Subscribe

Minggu, Februari 08, 2009

Perempuan Perempuan Terpasung Budaya Diam

(bag......3)
Sebagai seorang pacar, Tegar (nama samaran) adalah laki laki yang peduli. Dengan setia ia mengantarkan pacarnya untuk mengkases layanan CST ( care ,support and treatmen ) ke rumah sakit rujukan. kepeduliannya membuat sang pacar semakin terkuatkan walau kondisinya sedang menurun, setelah terdiagnosa HIV positif. Kegelisahannya mulai terobati dengan dukungan dan perhatian laki laki ini. Akan tetapi, disisi lain perempuan ini masih saja terbebani oleh perasaan bersalah. Perasaan bahwa dirinya telah menulari laki laki pujaannya.Berulang kali perempuan inipun bertanya dan minta maaf.Seakan dirinya tidak percaya akan hasil pemeriksaan lab yang menunjukkan positif HIV tersebut. Akan tetapi berulang kali pula laki laki itu, memberi semangat dirinya untuk tetap tegar menjalani semuanya.



Sebagai pendamping, laki laki ini bisa memberikan motivasi dan harapan, untuk kembali menghidupkan semangat yang sempat pudar pada pacarnya. Tetapi Tegar adalah manusia seperti yang lainnya. Manusia yang mempunyai kekhawatiran, gelisah dan ketakutan. Dirinya dihantui oleh perasaan bahwa hasil test darahnya kemungkinan besar adalah positif. Kegelisahan itu terbaca jelas olehku saat dirinya konseling. Seakan bertubi pertanyaan memenuhi otaknya. "Siap tidak siap semua sudah terjadi," kata ia. Maka ia memutuskan siap menjalani test HIV. Dari sekian proses kesiapan Tegar sudah lebih baik.
Siap untuk membuka hasil? di sigap laki laki ini menjawab," SIAP". Hasil dibuka dan ternyata reaktif. Tegar terdiagnosa HIV Positif.
Diam , hening dengan kepala tertunduk.Tak sepatah katapun saat itu.Hingga akhirnya proses konseling berlanjut, berlangsung lama. Untuk kemudian merujuk pada layanan CST seperti teman teman lainnya, yang terdiagnosa virus yang sama.

Tegar adalah seorang pegawai negri. saat ini sedang menjalani pendidikan, tugas belajar di Jogja. Sebagai seorang pegawai dengan gaji yang pas pasan, laki laki ini harus menghidupi keluarga. Seorang istri dan dua orang anak yang masih duduk di bangku SMP dan salah satunya Perguruan tinggi di Jogja. Istri adalah ibu rumah tangga yang setia melayani keluarga di rumah. Kesehariannya mengurus anak dan suami, tidak mempunyai penghasilan sendiri. begitulah beban ekonomi yang Tegar kisahkan padaku. Lamunan Tegar melayang menghitung biaya yang akan semakin membebani rumah tangganya, saat dirinya kini harus menjalani pengobatan yang dibilang tidaklah murah. Hal terberat dalam hidup Tegar kini adalah bagaimana menjelaskan ini semua pada istri dan anak anaknya. Apalagi stigma yang begitu kuat dan juga perasaan bersalah dirinya. Jujur dia mengatakan tidak sanggup untuk memberitahukan ini semua. Lalu alasan apa yang akan diberikan pada istrinya untuk mencegah penularan saat berhubungan badan. selama ini tidak pernah mereka menggunakan kondom sebagai pengaman, alasannya adalah istri menggunakan KB hormonal. sehingga sangat sulit baginya jika kini tiba tiba dirinya menggunakan kondom. tuduhan perselingkuhan dan penyakit kotor terbayang akan dilayangkan padanya. rumit dan terasa berat.Setiap mendengar ada tanyangan HIV/AIDS di televisi ataupun diradio dirinya menjadi sangat sensitif, jangan jangan ada yang tahu?. "Waktu akan menjelaskan semuanya, aku belum siap", kata Tegar.



Perempuan seperti istri Tegar, adalah cerminan perempuan perempuan lain, yang terkondisikan dalam ketidak tahuan dan ketakberdayaan. Perempuan yang akhirnya akan menjadi korban. Budaya yang selama ini telah melanggengkan ketimpangan , dimana dominasi kekuatan laki laki yang akhirnya memposisikan perempuan menjadi abdi. Abdi kekuasaan yang mewarnai semua aspek kehidupan dalam budaya patriarki. Jelas sekali dalam kasus ini, perempuan dikondisikan hanya untuk menerima, seakan tidak mempunyai hak untuk menuntut. sebuah hidup yang tidak adil. Kebohongan dan perilaku pengecut sang suami dipandang sebagai kewajaran dan kenakalan anak laki laki semata. Sedangkan diri perempuan yang rentan akibat paparan si suami, berujung pada gunjingan laknat dan kebinalan yang tak bermoral. sementara, banyak perempuan yang tetap diam terbungkam.



Dunia patriraki masih kuat mencengkram. Nilai nilai budaya diangkat menjadi tameng. doktrin doktrin dibuat untuk memperkuat ke egoan. Bahkan ayat ayat agama dicuplikkan dengan mengatas namakan Tuhan agar tak terbantahkan. HIV/AIDS telah menjungkir balikkan sendi sendi kehidupan. Perlu adanya perubahan dalam cara pandang penanggannya. HAM dan Gender masih terpisahkan sehingga perlu digabungkan dalam gerbong sinergitas gerakannya.
Hanya dengan ini penanggulangan HIV akan sampai pada tujuan dan harapannya.

Tidak ada komentar: