Subscribe

Jumat, Oktober 24, 2008

Tayangan AIDS bikin heboh


Baru baru ini, paguyuban aids ina di hebohkan dengan pemberitaan kasus aids di media televisi swasta. Tayangan berita 23/10 jam 18.30 tersebut menayangkan berita tentang penderita aids yang ditelantarkan oleh pihak rumah sakit Adam Malik Medan. Dengan jelas pembawa berita menyebutkan nama lengkap pasien tersebut dan menanyangkan gambarnya tanpa di kaburkan. Reporter menggambarkan latar belakang dengan gamblang, bahwa pasien tersebut adalah berasal dari keluarga miskin yang mempunyai keterbatasan dalam hal pembiayaan. Akan tetapi pihak rumah sakit mengatakan bahwa proses pemulangan pasien sudah sesuai dengan prosedur. Di ceritakan bahwa warga setempat menjadi saksi saat pasien tersebut diturunkan dari mobil ambulance RS.Adam Malik dan dibiarkan tergeletak di atas trotoar yang kemudian ditinggalkan. Warga yang melihat, menggotong pasien tersebut ke puskesmas yang kebetulan dekat dengan lokasi kejadian.
Gegernya paguyuban millis ini :
Media melakukan pemberitaan dengan menampilkan wajah penderita aids dan dengan jelas menyebutkan nama pasien ( tidak disamarkan/inisial ) dan hal tersebut melanggar asas konfidensial dan HAM.
Pihak rumah sakit telah melakukan dosa besar atas terlantarnya warga Negara yang mempunyai hak hidup untuk sehat. Dan oknum rumah sakit adalah orang yang dikutuk karena kekejiannya.
KPA ( komisi penanggulangan AIDS ) Medan, sebagai Institusi yang mengkoordinir seluruh kegiatan penanggulangan Aids harusnya melakukan sesuatu atas respon keadaan tersebut.



Berikut kutipan dari anggota millis aids-ina :

Belum kelar persoalan Krisi ARV
kini dikejutkan lagi perlakukan tidak manusiawi
oknum pegawai RSUP Adam Malik Medan
yang menelantarkan pasienya yang diketahui pasitif HIV
ditinggalkan di rumah warga( berita Seputar Indonesia edisi 24/10/08)

Persoalan seperti ini tidak bisa dibiarkan
kita warga Peduli HIV dan AIDS sangat mengutuk keras
tindakan biadab tersebut yang sangat melanggar HAM
karena itu Menteri Kesehatan dan DPR harus turun tangan
agar perlakuan tidak manusiawi tidak terulang lagi
di rumah sakit yang dibangun dan dibiayai dengan uang Rakyat
Ingat RS tanpa uang rakyat tidak akan bisa operasional

dan ucapan terimakasih dan salut
buat ketua komisi D DPRD Medan yang sangat peduli masalah ini
semoga pejabat lain melek mata melek hati
salam juang msugi
Mohammad Isnadi

Kami di ujung timur indonesia mendengar dan mengetahui berita Orang terinfeksi diturunkan paksa oleh petugas RS Adam Malik Medan melalui Berita Siang di Metro TV dan RCTI langsung berinsiatif mengkontak beberapa konselor di Medan maupun Medan Plus untuk mengetahui kejelasaannya karena KPA Kabupaten Merauke mau mengambil sikap tentang masalah ini.
Namun semalam saya mendapat konfirmasi langsung dari Koordinator Konselor VCT RS Adam Malik Medan bahwa Pasien tersebut bukan seorang yang terinfeksi HIV, tapi persoalannya ini masalah kemanusiaan bukan karena dia ODHA saja.
Sefnat Danial

yah...memang miris, tapi itulah yang memang terjadi....
Tapi seharusnya teman-teman liat berita Metro Hari Ini di METRO TV tgl 23 Oktober 2008 jam 18.30, disana (tampaknya) masih belum ada konfirmasi tentang keadaan medis sebenarnya dari si pasien yang ditelantarkan tersebut. Dengan sangat jelas pembaca berita mengatakan bahwa pasien tersebut adalah suspect HIV-AIDS dengan menyebutkan nama jelas si pasien dan gambar close up dari orang tersebut. (...yang kalau menurut keterangan rekan-rekan dari Medan Plus bukanlah seorang pengidap HIV-AIDS)
Sepertinya hal ini perlu menjadi pelajaran banyak pihak. pihak RS sebagai penyedia layanan, rekan-rekan kelompok dukungan sebagai fungsi kontrol dalam setiap hal yang berhubungan dengan HIV-AIDS didaerah, serta pihak pers yang seharusnya mendahulukan fakta dibanding sensasi.Mungkin disatu sisi pihak pers mengankat hal ini agar menjadi perhatian dari pihak-pihak terkait, tetapi tampaknya masih banyak hal yang perlu diketahui oleh rekan-rekan pers tentang pemberitaan seputar HIV-AIDS.
Bayangkan jika seseorang tersebut memang tidak terbukti sebagai seorang HIV+, beban mental yang akan dihadapi olehnya serta keluarganya tentu akan sangat besar karena jelas pemberitaan tersebut (mungkin) hanya sebatas membahas 'Penelantaran pasien HIV-AIDS di Medan', sementara tindak lanjut apa yang akan dilakukan juga masih belum pasti, sementara pemberitaannya telah secara nasional.
Hal tersebut seharusnya tidak perlu terjadi, tidak dengan orang dengan HIV+ maupun penderita penyakit lain jika pemerintah benar-benar memperhatikan kualitas pelayanan kesehatan di masyarakat bagi masyarakat kurang mampu (yang katanya) telah menjadi 'prioritas' dan selalu menjadi bahan orasi andalan bagi para calon Kepala daerah dalam kampanye mereka. Dari situ pula kita dapat melihat sebuah potret kebobrokan dari sebuah institusi yang seharusnya menjadi harapan terakhir masyarakat bagi kesehatan mereka.
Dan (mungkin) memang masih banyak yang harus kita benahi...
Semoga apa yang terjadi di medan menjadi berita terakhir dari kisah tragis yang mungkin dialami oleh para pengguna jasa layanan kesehatan... .
Sad Angel

stop epidemi merupakan tanggung jawab kita semua, termasuk teman teman media. bagaimana maksud baik, juga meninggalkan dampak yang baik pula.

Rabu, Oktober 22, 2008

Subsidi Obat HIV kembali online

Kabar yang menggembirakan di sampaikan ibu Dyah, ARV yang dikabarkan hanya bertahan 2 bulan saja, ternyata bisa diupayakan hingga maret 2009. Setelah rakerkesnas departemen kesehatan di Surabaya kemarin, Menteri mendapatkan dana cair untuk subsidi pengadaan obat hiv tersebut. Ucapan terima kasih mengalir bertubi tubi menyambut pahlawan ARV, ibu menteri.
"Kenapa harus berlebihan, bukankah itu emang tugas beliau", komentar Alita damar. Diusulkan Hari AIDS mendatang akan diadakan spesial event untuk acara spesial terimakasih pada bu menteri. wow ...
saat obat menipis, orang saling menuding. Para pejabat jadi sasaran yang pertama.Ketika tidak ada keberhasilan upaya maka hujatan hadiahnya. Sebaliknya ketika harapan dan keinginan terwujud, maka sambutan istimewa diberikan dengan riuh sorainya.
Beginilah suasana paguyuban aids Indonesia. Bantuan demi bantuan ditarik untuk menambal kekosongan dan ketidak mampuan negara. Ujung ujungnya menina bobokan kesadaran kritis.
Kenapa kita tidak berpikir , untuk mengambil dana APBN ? Usulan dan saran , adanya advokasi ke dewan menuai kritik tajam.


Negara juga sedang krisis, Advokasi tidak hanya cukup dalam waktu sehari dua hari. Masalah yang dihadapi negara ini cukup kompleks. Akan tetapi dorongan dari teman teman penggiat adalah , sudah saatnya kita berpikir bahwa tidak bisa kita harus bergantung pada bantuan luar negeri terus. Advokasi, hearing pada anggota dewan harus dilakukan. Ini masalah serius, satu generasi bangsa akan hilang jikalau kita masa bodoh dengan hal ini.
Lihat fakta, jika benar jaminan ketersediaan obat hanya sampai maret 2009, lalu bagaimana kelanjutannya? apakah dana tersebut sudah diperhitungkan benar, dengan angka HIV yang terus melaju bertambah?

Sabtu, Oktober 04, 2008

Malapetaka karena ARV langka.


ARV atau anti retroviral adalah obat yang dipakai penderita HIV positif untuk tetap dalam kondisi sehat. Kemampuan obat iniadalah mampu menekan jumlah virus di dalam tubuh odha hingga undetectable.Dengan kondisi ini maka kualitas kesehatan odha akan tetap baik. Memang hingga kini, belum ditemukan obat yang mampu menghilangkan virus penyebab aids ini. Tetapi kehadiran ARV merupakan kemajuan tehnologi pengobatan HIV yang memberikan harapan bagi penderitanya.
Harga obat ini kurang lebih 750.000 rupiah hingga 2 juta perbulannya. Pemakaiannya pun seumur hidup dan tidak boleh dihentikan sama sekali. Resistensi salah satu faktor kenapa obat ini harus secara disiplin meminumnya, tak beda pada kasus diabetes kan..

Sementara ini menurut estimasi UNAIDS, angka penderita HIV di Indonesia sudah mencapai 193.000 orang. Bahkan 25% telah memasuki fase aids. Ironisnya infeksi yang dikenal masyarakat, hanya menginfeksi kelompok tertentu yang mendapat vonis moral, kini ternyata telah menjangkiti para ibu rumah tangga, perempuan dan anak anak.

Selama ini harga ARV yang begitu mahal, menjadikan beban yang sangat berat bagi odha, apalagi dengan kondisi ekonomi yang demikian timpang. Untuk itulah komitmen pihak penanggulangan epidemi ini, untuk memberikan subsidi bagi para penderita virus HIV. Bisa dibayangkan berapa rupiah dana yang harus dikucurkan untuk menjamin ketersediaan ARV ini. GF ( Global Found ) AIDS selama ini adalah donor asing yang membantu program dan ketersediaan obat sejak tahun 2005. Tercatat 80% total anggaran yang diperlukan nasional dalam penanggulangan epidemi , berasal dari lembaga donor ini. Tragis memang , hanya angka 20% ditanggung oleh negara melalui APBN, karena hal ini sungguh tidaklah proposional. Bantuan itu kini terancam terhenti.

Debat dan diskusi ramai dibincangkan di millis aids ina. ARV langka!!. Sejumlah reaksi bermunculan di millis. Sebagian odha menanggapinya dengan emosional,” mari kita bunuh diri rame rame, berhenti minum obat!!’.
Tuduhan ke para pejabat dan pengambil kebijakan ditudingkan. Bagaimana tidak , karena sebagian dari merekalah yang menikmati kucuran dana project atas nama HIV/AIDS, ungkap salah seorang odha.

” Hal ini bisa dipahami bersama, bahwa hidup dengan virus ini bukanlah hal yang mudah. Stigma dan diskriminasi yang masih kuat di tataran budaya kita, ditambah pola hidup yang ketat, biaya kesehatan yang tinggi serta kejenuhan minum obat menambah stressing tersendiri yang tidak mungkin hanya dipandang dengan sebelah mata. How to survive....

Sementara di Komisi Penanggulangan AIDS Nasional ( KPAN ), sedang kebingungan mencari dana pengganti akibat terhentinya dana Global Found ini. “ stock ARV nasional, hanya tinggal dua bulan,” tulis seorang pejabat yang berwenang.
Nafsiah mboi, sekretaris jendral KPAN juga mengeluhkan jajaran yang dipimpinnya, bahwa sering kali untuk koordinasi penting seperti ini didalam rapat hanya dihadiri oleh para perwakilan dari pengambil kebijakan. “ Ya, susah padahal notabene anggota KPAN semua kan menteri negara, bagaimana akan mengambil kebijakan jika yang datang saja hanya perwakilannya,” keluh beliau.

Tragedi Kemanusiaan dan Pemanasan Global


Melihat tayangan” Kick Andy”, di Metro tv, jumat 03 Oktober malam,mataku berkaca kaca. Entah kenapa mataku terpacang memandang satu channel ini.
Jika kemaren aku sakit, temperaturku naik, Wow ampe 39 derajat Celsius, Ni bumi yang sakit. Rekahan gunung es yang mencair di kutub seluas Jakarta Bogor ditayangkan dalam rekaman video oleh Metrotv. Retakan retakan tanah yang kering, sawah sawah yang mulai tidak produktif karena tidak ada air, menjadi pemandangan yang membuat miris dihati.
Sebaliknya banjir terjadi beberapa daerah lain, badai semakin sering terjadi, penyakit akibat radiasi bermunculan dan ancaman terbesar adalah akan banyak desa desa di wilayah pantai akan tenggelam karena naiknya permukaan laut, ungkap Amanda katili, aktivis lingkungan hidup.

Waekokak desa kecil di NTT mengalami kekeringan dasyat. Warganya harus berjalan puluhan kilometer untuk mendapatkan air. Puluhan hektar sawah kering, tanahnya retak retak. Gagal tanam adalah nyanyian keseharian. Kemiskinan adalah baju hidup yang harus disandang. Kebutuhan yang paling penting di sana adalah air, ungkap Glen fredlly.

Glenn musisi yang berkomitmen dalam gerakan melawan global warming ini, tergabung bersama musisi lainnya mendirikan Green Music Foundation. Kampanye dilakukan untuk mengundang setiap individu untuk berperan aktif untuk mengurangi pemanasan global.
Giring misalnya, vokalis group band Nidji ini rela menunda untuk membeli mobil, dan menggantinya dengan sepeda “onthel” hanya karena terlalu nyesak liat banyakknya mobil di kota Jakarta. Untuk ngapel aja doi pake sepeda katanya.

Terinspirasi dari seorang Saekan, bapak 57 th, yang membangun penghijauan di desanya, dibawah kaki gunung wilis. Desa yang tadinya tandus dan kering, sulit mendapatkan air di tahun1970. “Jangankan mandi untuk kebutuhan minum saja sulit, “ cerita bapak ini. Tetapi sekarang wajah desa itu berubah, bukan saja sumber air yang mudah, akan tetapi lebih ijo royo royo, hasil jerih payah pak Saekan beserta teman temannya. Kopi, cengkeh, kelapa , manggis dan duren ibarat gaji para pejabat yang rutin, ungkap penerima Kalpataru 2008 ini.

Space tayangan Kick Andy, yang memberi ruang kampanye buat siapapun, memberi pembelajaran bagi media kita untuk melakukan perubahan sosial. Wujud kongkritnya adalah dengan menyentuh setiap individu yang menonton untuk tergerak melakukan peran aktifnya. Pemerintah juga seharusnya mulai dengan kebijakannya dalam sebuah koordinasi yang saling sinergis, bukan hanya berpikir tentang departemennya sendiri sendiri.

Andai aja sinergitas masyarakat, organisasi/lembaga dan pemerintah itu terwujud, dalam mengatasi global warming. Hal ini bukan saja akan mengembalikan Indonesia sebagai paru paru dunia dengan wilayah hutan terluasnya, akan tetapi menjadi pemimpin bagi penyelamatan bumi yang sedang sakit ini.
Mulailah dari diri kita masing masing......

Rabu, Oktober 01, 2008

KETIKA PEDULI TAK LAGI BERPIHAK

Saat sebagian orang sibuk menyiapkan lebaran, saat banyak orang dipenuhi kebahagiaan , saat semua orang berkumpul dengan keluarga.
Sore ini gue ditelpon oleh seorang teman.
“ Van , aku harus gimana ini, keadaanya sudah ngedrop banget, “ kata temanku.
“ Posisi dimana sekarang ?,” tanya gue.
“ di Abu bakar ali, dibawah dipinggir kali , dia ditunggui beberapa temannya,” jelasnya.” Dia kayaknya hanya percaya ma kamu ,” lanjut temanku.
“ oke, aku meluncur kesana.” Jawab gue.

Seorang anak laki laki, usia 21 tahun, klien gue. Dia didiagnosa HIV positif tahun 2005. Gue konselornya waktu dia pertama kali melakukan test. Saat itu kondisi doi sehat. Sempat menjalani terapi ARV ( antiretroviral ) pengobatan untuk penderita HIV positif. Tetapi karena alasan tidak bisa berhenti dari kebiasaannya minum minuman beralkhohol akhirnya drop out dari terapi. Situasi itu berulang kali terjadi dimana hal tersebut menjadikannya resistent terhadap pengobatan yang dilakukan. Beberapakali kondisi menurun dan untuk kesekian kalinya harus keluar masuk rumah sakit. Bahkan beberpa hari kemarin doi sempat dirawat dirumah sakit dan kabur dari rumah sakit tersebut. Kesehatan yang semakin menurun membawa kondisi dia masuk fase AIDS.

30 menit perjalanan gue dari rumah hingga daerah Abu bakar ali. Kulihat sekeliling tak ada teman di pertigaan itu. Gue ambil Hp then gue SMS,” Lis aku da nyampe abubakar Ali, ko dimana” Tulis gue di sms.
Gue duduk di pinggir pagar parkiran Bus sembari melamun.Sesaat temen gue Sulis, tiba di Abu bakar ali. Disusul Toni yang berbonceng dengan pacarnya, Noni namanya.
“Piye, kita langsung kebawah po,” tanya Sulis. “ Yo , ayo “ jawabku singkat. Bertiga gue , Sulis dan Toni segera menyeberang kearah taman Abu bakar ali. Dibawah jembatan kereta api yang melintang, gue turuni lereng jalan yang licin dan curam. Sesampai dipinggir kali Code, kami bertiga menyeberang kearah timur. Untung kali saat ini “cetek”, hingga kami tidaklah terlalu basah karenanya. Hingga diujung timur, tepatnya ditiang jembatan kereta sebelah timur ada tangga untuk memanjat talut kali.
Di sebelah rumah pak Mail, anak itu tergeletak.

Rumah Pak Mail, bukanlah seperti layaknya rumah yang kita bayangkan. Terbuat dari papan yang ditempel tempel hingga menyerupai kotak yang lumayan untuk bisa sekedar berteduh. Ukurannya tidaklah besar hanya cukup untuk dua orang.
Sementara anak sakit yang kita cari itu, tergeletak di sebelah utara rumah itu hanya dengan beralaskan tikar di bawah pohon mangga. Tidak ada lampu, keadaaan pada jam 21.00 itu sangatlah gelap.

Saat kami datang pak Mail menyambut kami dan menerangkan sedikit keadaan anak ini. Sementara anak itu tampak tak bergerak.Gue agak cemas dan khawatir. Jangan jangan?” gumam gue dari hati. Gue beranikan diri untuk memanggil namanya sekedar memastikan bahwa dia hidup.
Terdengar jawaban dari mulutnya, lirih. Gue lega.

Kondisi anak itu hanya meringkuk menahan dingin. Sakit lama yang dideritanya, membuat dirinya lemas dan tak bertenaga. Badannya kurus kering, mata yang cekung dengan pipi yang menyusut tak lagi menampakkan teman yang kukenal dulu. Gue usap pundaknya saat dia terbatuk , berupaya memabngun kedekatan dengan anak tersebut. Basa basi coba kutanya namaku padanya. “ Mas Novan “ jawabnya tepat. Mengalir cerita dari temanya saat dia datang ke tempat kerja gue untuk test VCT saat itu. 2005 dia menyebutkan tahun bersejarah baginya saat test HIV dengan gue. Beberapa teman yang berbareng dia saat test di tempat gue. Terseyum gue mendengarnya.
Kemudian dia duduk, dan menanyakan padaku , “ masnya juga kerja dirumah sakit?”
Lho kamu lupa ne, sapa aku?” pertanyaan bodohku.Dia hanya bergeleng ditempat gelap itu. Kusambung “ Novan, Novan “ jelas singkatku. Tampak anak itu tersenyum dalam kegelapan itu.

Kesehatan anak ini sangatlah menurun, sesaat di konek kemudian lupa lagi. Bagaimana dia akan bertahan ditempat sperti ini pikirku. Dikolong langit berteman angin , gelap bersama debu dan menggigil sakit.
Hati gue tersentuh tak tega melihatnya. Ku ambil HP dan ku kontak teman yang juga berjuang untuk remaja jalanan ini. Pak Giyo namanya. Doi yang mengelola rumah sehat “Lestari.” Saat gue telpon dia, Pak giyo menyanggupi untuk menerima anak ini sementara tinggal di rumah sehat. Saat ditawarkan padak teman gue yang sakit inipun, dia hanya menganguk pelan untuk pindah sementara di tempat yang baru, rumah sehat “Lestari “.

Fakta ini membuat gue kadang ingin berteriak. Inikah penanggulangan HIV/AIDS yang digemborkan sejumlah pemerhati di jajaran atas? Mereka yang duduk di kursi empuk dibelakang meja serta mengklaim telah memberikan perhatian ekstra dan bangga disebut sebagai pahlawan epidemi ini. Atau para penikmat aliran dan penanggulangan dalam jumlah milyaran rupiah. Sedangkan nasib komunitas penderita aids berbanding terbalik dengan keadaan yang sebenarnya.
Malam itu beberapa kali gue mencoba menghubungi beberapa penggede yang dianggap sebagi pengambil kebijakan, melalui Hp gue. Tapi sayang, hanya nada panggil yang sesaat dimatikan. Atau gue hanya mendapatkan Hp yang tidak aktif alias tidak dapat dihubungi.
Kasihan sulis, teman gue. Pengalaman pertamanya dalam peran aktifnya harus dihadapkan pada fenomena yang mengecewakan. Kebingungannya tidaklah terjawab walau teknologi telah ada. Lebaran dinikmati sebagai moment yang melelahkan karena kecewa. Sementara banyak orang memahami bahwa pilihan orang untuk libur adalah syah, sekalipun ada odha menjerit minta pertolongan. “ Yah itu hanyalah panggilan kemanusiaan , bukan tugas lembaga “ sebuah pernyataan yang pernah dilontarkan oleh seorang pejabat struktural di sebuah lembaga yang bergerak di issue HIV/AIDS. Ironis sekali.
Gue berpikir jika keadaan begini, akankah akan lahir orang orang peduli yang bekerja dengan hati? Ataukah kita akan menunggu mulut manis berlagak pahlawan yang akhirnya hanya akan berebut kursi kenikmatan yang akan mengucurkan dana segar untuk kepentingan pribadi atas nama gerakan HIV/AIDS?

Terpukau dalam hening

Selasa 24, September 2008. Disela latihan reading naskah video komunitas “ Given “ , gue sempatin buat menulis. Kebetulan tempat yang terpilih adalah museum Affandi. Tempat tersebut memberikan gue inspirasi untuk menuangkan kekaguman due akan seorang Affandi. Museum yang berada ditengah kota jogja, di pinggir kali Gajah wong, dipayungi oleh pohon besar yang tinggi menjulang, kokoh tak tertebas jaman dan waktu. Jl.Solo no 167, tepatnya.



Hening , dingin dengan kesejukan udara pinggir kali. Banyak sekali tanaman hias yang diatur sedemikian rupa hingga tampak asri ditengah terik dan keramaian kota Jogja. Sesaat gue coba berkeliling melihat bangunan antik dengan atap menyerupai daun pisang .Ada tiga bangunan yang berdiri. Di gedung yang berlantai dua gue lihat kamar Affandi yang masih tertata dengan apiknya. Bangunan yang didirikan tahun 1973 sebagai museum lukisan yang pernah diresmikan oleh Fuad Hasan ( menteri pendidikan dan kebudayaan saat itu dan bahkan pernah dikunjungi Soeharto maupun mahhatir muhammad saat mereka berkuasa.

Katanya lebih dari seribu lukissan yang disimpan disana.Melihat beberapa lukisan yang dipajang menambah agungnya sebuah karya besar seorang affandi. Beberapa keramik antik juga sengaja dipajang, menambah eksotisme museum affandi.
Ini pertama kali gue main ke museum itu. Setelah puluhan tahun gue tinggal di Jogja. Aneh memang , sebagai orang yang besar dikota Jogja.Tempat ini gue rasa sangat bersahabat. Tenang, sejuk bahkan terkesan damai. Mungkin saja karena saat ini pas tidak banyak pengujungnya. Gue coba menaiki tangga dari bangunan yang menjulang bak payung itu. Hah, teras luar ternyata tidak ada kursi tempat untuk bersantai memandang jauh keluar menghadap jalan raya pas jembatan. Tampak dari kaca jendela yang besar tersebut, isi didalamnya. Ternyata sebuah Kamar besar. Tempat tidur ukuran double bed tertata dengan apiknya. Beberapa lemari menyerupai rak mengapit bed tidur seakan menjadi teman akrab diantara perabotan yang sengaja di pajang dalam kamar itu. Setiap lemari penuh dengan buku buku. Sengaja gue memotretnya.Inilah kamar sang Maestro seni lukis itu.

Dibawah bangunan payung ini, ada tempat duduk unik yang terbuat dari ban mobil bekas. Walaupun terbuat dari ban bekas ternyata nyaman juga gue mendudukinya.
Terlihat teman teman gue tertawa, ngakak. Ada yang ngobrol privat. Ada yang berdiskusi tentang RUU Pornografi atau ada juga yang buka laptop dan menonton film film bugil, he he he lengkap yah..

Saat itu waktu memang sudah sangat sore. Latihan reading naskah cukup mengasyikkan. Memang sich ada beberapa talent yang berhalangan hadir. Sibuk selalu saja menjadi alasan. Sometime gue sendiri bingung, bila ada orang mengatakan angka pengangguran di Jogja tinggi tapi urusan latihan bayak juga bertemu dengan oarang yang sibuk.... eh mmmalah curhat..

Btw kesejukan pinggir kali Museum affandi memberikan kisah lain. Selain misteri keheningannya, ternyata merupakan saksi bisu dari sejumlah anak muda yang ingin mengabadikan talentnya, untuk memberikan warna bagi sinema Indonesia..halllah..
Kenapa ini penting, karena disitu da gue...wuih narsis lagi...
tapi paling tidak setelah affandi, tentu akan lahir budayawan budayawan baru, khususnya yang pernah hadir dimuseum ini. Karena museum ini memberikan inspirasi bagi kaum mudanya untuk berkreasi bukan saja seni lukis tetapi seni seni lainnya. ( termasuk seni yang keluar setiap hari ..air seni, karena disitu juga ada toilet)