Subscribe

Rabu, Oktober 01, 2008

Terpukau dalam hening

Selasa 24, September 2008. Disela latihan reading naskah video komunitas “ Given “ , gue sempatin buat menulis. Kebetulan tempat yang terpilih adalah museum Affandi. Tempat tersebut memberikan gue inspirasi untuk menuangkan kekaguman due akan seorang Affandi. Museum yang berada ditengah kota jogja, di pinggir kali Gajah wong, dipayungi oleh pohon besar yang tinggi menjulang, kokoh tak tertebas jaman dan waktu. Jl.Solo no 167, tepatnya.



Hening , dingin dengan kesejukan udara pinggir kali. Banyak sekali tanaman hias yang diatur sedemikian rupa hingga tampak asri ditengah terik dan keramaian kota Jogja. Sesaat gue coba berkeliling melihat bangunan antik dengan atap menyerupai daun pisang .Ada tiga bangunan yang berdiri. Di gedung yang berlantai dua gue lihat kamar Affandi yang masih tertata dengan apiknya. Bangunan yang didirikan tahun 1973 sebagai museum lukisan yang pernah diresmikan oleh Fuad Hasan ( menteri pendidikan dan kebudayaan saat itu dan bahkan pernah dikunjungi Soeharto maupun mahhatir muhammad saat mereka berkuasa.

Katanya lebih dari seribu lukissan yang disimpan disana.Melihat beberapa lukisan yang dipajang menambah agungnya sebuah karya besar seorang affandi. Beberapa keramik antik juga sengaja dipajang, menambah eksotisme museum affandi.
Ini pertama kali gue main ke museum itu. Setelah puluhan tahun gue tinggal di Jogja. Aneh memang , sebagai orang yang besar dikota Jogja.Tempat ini gue rasa sangat bersahabat. Tenang, sejuk bahkan terkesan damai. Mungkin saja karena saat ini pas tidak banyak pengujungnya. Gue coba menaiki tangga dari bangunan yang menjulang bak payung itu. Hah, teras luar ternyata tidak ada kursi tempat untuk bersantai memandang jauh keluar menghadap jalan raya pas jembatan. Tampak dari kaca jendela yang besar tersebut, isi didalamnya. Ternyata sebuah Kamar besar. Tempat tidur ukuran double bed tertata dengan apiknya. Beberapa lemari menyerupai rak mengapit bed tidur seakan menjadi teman akrab diantara perabotan yang sengaja di pajang dalam kamar itu. Setiap lemari penuh dengan buku buku. Sengaja gue memotretnya.Inilah kamar sang Maestro seni lukis itu.

Dibawah bangunan payung ini, ada tempat duduk unik yang terbuat dari ban mobil bekas. Walaupun terbuat dari ban bekas ternyata nyaman juga gue mendudukinya.
Terlihat teman teman gue tertawa, ngakak. Ada yang ngobrol privat. Ada yang berdiskusi tentang RUU Pornografi atau ada juga yang buka laptop dan menonton film film bugil, he he he lengkap yah..

Saat itu waktu memang sudah sangat sore. Latihan reading naskah cukup mengasyikkan. Memang sich ada beberapa talent yang berhalangan hadir. Sibuk selalu saja menjadi alasan. Sometime gue sendiri bingung, bila ada orang mengatakan angka pengangguran di Jogja tinggi tapi urusan latihan bayak juga bertemu dengan oarang yang sibuk.... eh mmmalah curhat..

Btw kesejukan pinggir kali Museum affandi memberikan kisah lain. Selain misteri keheningannya, ternyata merupakan saksi bisu dari sejumlah anak muda yang ingin mengabadikan talentnya, untuk memberikan warna bagi sinema Indonesia..halllah..
Kenapa ini penting, karena disitu da gue...wuih narsis lagi...
tapi paling tidak setelah affandi, tentu akan lahir budayawan budayawan baru, khususnya yang pernah hadir dimuseum ini. Karena museum ini memberikan inspirasi bagi kaum mudanya untuk berkreasi bukan saja seni lukis tetapi seni seni lainnya. ( termasuk seni yang keluar setiap hari ..air seni, karena disitu juga ada toilet)

Tidak ada komentar: