Subscribe

Kamis, November 05, 2009

Catatan Kecilku dari Asia Pasifik

Epidemi HIV yang semakin meluas telah menjadi masalah yang cukup serius. Disebutkan oleh Menteri Kesehatan Siti fadilah Supari, bahwa pemerintah Indonesia telah mencatat sebanyak 12,493 orang terinfeksi yang mendapatkan pengobatan HIV,bahkan mereka telah mendapatkan subsidi penuh untuk akses pengobatan khususnya ARV. Hal tersebut pernah disampaikannya ditengah simposium ICAAP IX, 10/8 Nusantara 2, BICC, Bali.

Tentulah jika dihitung, anggaran tersebut pasti sangatlah besar . Sekalipun sebagian besar anggaran tersebut adalah dana sumbangan. Seperti yang disampaikan oleh Prof .Michael Kazatchkine , direktur eksekutif GF – ATM, ditengah konggres Asia Pasifik bahwa hingga pertengahan tahun ini, lembaga dunia tersebut telah menyetujui dana sebesar 16 milyard US dolar, yang mana 8 milyard US dolar telah siap didistribusikan ke 140 negara penerima termasuk Indonesia.

Seperti banyak dikutip oleh banyak pihak, ternyata dana yang tampaknya sangat besar tersebut ternyata sangatlah minim jika dibandingkan dengan besaran masalah di kawasan Asia Pasifik saja. Dr.Samsuridjal ( KPAN ) mengatakan dana bantuan GF ATM yang diterima Indonesia , hanyalah mampu untuk operasional program MTCT di 9 propinsi dari puluhan propinsi yang ada. “Lalu bagaimana dengan kasus hiv pada Ibu dan anak di propinsi lain?” pertanyaannya pada saat simposium Univesal Accses , ICAAP IX beberapa bulan yang lalu.

Terkait dengan PMTCT, masalah akses Universal , dana bukanlah satu satunya hambatan, ternyata masalah kebijakan juga dirasakan sangatlah mendesak untuk diperhatikan.
Bagaimana tidak? Seberapa banyak dari pasangan usia subur dengan HIV positif mempunyai
problem dengan kehamilan yang tidak diinginkan karena kecelakaan kontrasepsi, dengan membayangkan data yang telah disampaikan tadi.

Selama ini problem semacam tersebut hanyalah ditanggapi dengan enteng dan dingin saja oleh kalangan kesehatan. PMTCT menjadi terkesan sebagai satu satunya penyelesaian tanpa menyadari pemaksaan yang dilakukan karena tidak mengindahkan hak hak perempuan terinfeksi.

Sebuah kasus baru baru ini, seorang ibu rumah tangga positif HIV, tertular dari suaminya yang baru saja meninggal karena AIDS. Bebannya berlapis saat dirinya harus membesarkan 2 orang anak yang masih balita, yang mana anak keduanya juga terinfeksi virus ini. Kondisi ibu rumah tangga ini memang memprihatinkan, bahkan secara klinis tidak begitu baik. Selain angka CD4 nya yang menurun rendah, kini bertambah berat dengan kehamilan yang ada padanya. Saat kasus ini dikonsultasikan kepada dokter ahli yang menangani HIV dan AIDS, secara sadar para ahli ini berpendapat hal yang sama tentang kondisi berat pada perempuan ini. Kan tetapi masalahnya adalah “ terminologi regulasi “ ujar dokter konsultan HIV itu. Belum ada satupun regulasi yang memberikan payung hukum terhadap tindakan terkait dengan kasus ini, tidak pula UU kesehatan sekalipun telah mengalami revisi.

Mukhotib MD, direktur pelaksana daerah ( dirpelda ) PKBI DIY, mengatakan pentingnya menggunakan perspektif gender dan HAM didalam merespon tantangan epidemi hiv dan aids.
Contoh kasus diatas membuktikan bahwa selama ini respon yang dilakukan semata mata hanya
menggunakan cara pandang medis semata. Hak hak perempuan yang terabaikan hanya dipandang sebelah mata oleh sebagian kalangan, mengingat angka yang tercatat minim.

Jika saja perda HIV dan AIDS yang akhir akhir ini sedang ramai dibahas dikalangan penggiat epidemi, bisa bersuara banyak dengan mengunakan perspektif tadi tentulah problem kesehatan reproduksi akan mampu diselesaikan dengan berpihak pada hak hak perempuan.


Selasa, November 03, 2009

Akankah Surveilans HIV terpuruk sebagai tradisi

Surveilans sentinel 2008 telah meninggalkan sejarah baru. Sejarah dimana pelaksanan waktu itu diserahkan kepada lembaga Non pemerintah, berbeda dengan sebelumnya dilakukan oleh dinkes kota sebagai pengampu kebijakan yang ditunjuk dalam Pedoman surveilans sentinel depKes.

sebagai orang yang terlibat, saya merasakan betapa besarnya tanggung jawab itu. pengalaman serosurvei tahun tahun sebelumnya telah membekali saya untuk melakukan pekerjaan tersebut. Hingga kemudian semua pekerjaaan besar tersebut selesai.

Posisi saat itu, saya bukanlah sebagai koordinator. saya tetaplah relawan untuk kepentingan konseling 9 konselor vct ). Akan tetapi saya merasakan betapa besarnya porsi pekerjaan dan tanggung jawab yang harus saya jinjing mengingat pengalaman, protap dan skill semua ada padaku. catatan evaluasiku menuliskan, banyak konsep yang ku buat. Kan tetapi justru masukan dariku saat itu selalu saja di reject oleh forum, dengan alasan yang aku rasakan sebagai penolakan subyektif. Aneh, ini konspirasi...

Ada sebuah konspirasi agar aku tidak muncul, berada di garda depan, sekalipun aku tak mengharapkan posisi itu. saya hanya ingin diajak bicara, diskusi atau berbagi ide. Tapi memang hal tersebut sering kali disalah artikan menjadi ambisi oleh bebrpa orang yang tak suka dengan penilaian subyektifnya. walahh wwueek cuiih.. kesalku....

benar sekali dugaanku, kemudian prediksi tentang ketidak beresan didalam pelaksanaan satu persatu mulai bermunculan. Carut marut koordinasi mengkondisikan kerepotan yang amat sangat pada diriku. Tapi seakan ketija kuteriak tak ada peduli...kecewa memang.

tak ada sharing hasil dalam forum resmi, tak ada evaluasi, tak ada masukan untuk membuat sejarah dalam melangkah ke depan, semua adem adem saja, tak ada yang tergelitik. Yang kemudian membuat diriku diam dengan membungkus rasa kecewa yang dalam.
Jerih payahku hanyalah tergambar sebagai kerja kuli, tanpa meninggalkan perubahan yang lebih baik.

Setelah semua tadi berlalu, Bulan agustus saya mulai cuap cuap tentang surveilans rutin ini, kog belum dibahas?. jawaban yang kudapat sangatlah cetek dan tak menggambarkan keseriusan, karena hanya dijawab, iya ya mungkin belum , karena belum ada rasan rasan dinkes buat meeting, kata temenku, manager program. Huh, bukan itu yang ku maksud, tetapi desakan lembaga untuk mengingatkan dinkes melalui komikasi yang baik ttg surveilans ini. Karena saya yakin bahwa nantinya surveilans akan tetap dilakukan, dan ketidak beresan pasti akan diatas namakan "Waktu yang mepet ". dodol ga sech......

setelah beberapa bulan, terdengar desas desus, surveilans akan dilakukan lagi, undangan terkirim pada lembaga. Saat itu masih ingat di memoryku, bahwa kata pelda , ada undangan tersebut tapi kita tak akan mengirimkan satu orang pun , karena semua sibuk. "Tak pula mengirimkan diriku, karena dikhawatirkan bakal ribut karena kekritisannku" ujar pelda.

Kemudian beberapa hari yang lalu, pelda mendapat undangan buat meeting dengan dinkes terkait dengan pelaksanaan surveilans. Dua hari sebelum acara tersebut pelda meminta diriku membuatkan konsep surveilans 2008. Aku berpikir, "wuuehh kog aneh? " Bukankah koordinator saat itu di pegang olehnya, atau penggantinya adalah masrul or jacky? harusnya merekalah yang dimintain tolong untuk membuatnya, bukan diriku?"
tetapi dengan jiwa besar ku buat sebaik mungkin untuknya, dalam bentuk power point, aku serahkan, akan tetapi hasil itupun dia edit untuk tidak menampilkan foto foto kegiatannku pada vct mobile di gunung kidul, dimana sebenarnya aku pakai sebagai ilustrasi yang memudahkan pemahaman dari prentasi yang aku buat tersebut. 'Ono opo ini?" aku hanya berkata dalam hati.

Kini , sore ini tadi, aku mendapat telpon dari pelda yang meminta diriku untuk menyiapkan form form yang dibutuhkan, dan membicarakan tehnis pelaksanaan dengan usulan dari dinkes yang meminta Tim klinik akan bergerak dengan koordinasi dari masing masing layanan VCT.
lha piye? hal itu yang belum bisa kupahami dalam koordinasinya nanti, tapi okelah...
"Nanti kita lihat di dalam rapat persiapannya nanti," usulku mengendorkan pikir. Telpon ditutup.


Senin, November 02, 2009

Cerita Cerita Munajat

Sepulang kerja seperti biasa, tiba tiba kaki ini membawaku ke tempat temen yang kebetulan rumahnya dideket Malioboro. Uki nama temenku , dia punya usaha penginapan yang dikenal dengan nama " Munajat Hotel ". disinilah banyak temen teman berkumpul, dari teman teman komunitas hingga aktivis LSM. Dulu memang Uki pernah bersama samaku menjadi aktivis PKBI DIY khususnya di pendampingan kominitas gay yang kini nama kegiatannya berganti menjadi (community orginizer ).

Kira kira waktu itu pukul 15.00 sore. Saat aku datang, terlihat Uki sedang duduk dengan seseorang yang bertubuh agak boncel, yang tak asing bagiku. Mira...... teman lamaku satu divisi denganku, saat Uki pernah menjabat korordinator divisi. lama sekali aku tak jumpa anak ini. seiingatku kami bertemu di Angkringan Pendo Dalem, saat pembahasan HAS ( hari aids sedunia ) bersama teman teman JAC ( jogja aoutomotif club ).
Basa basi kami bertiga, sambil udad udud dengan sitomboy ini. Tak lama tuan rumah menawarkan soup buatannya sendiri, langsung saja kami tak segan ntuk menolaknya, mungkin karena lapar juga ya..

Namanya mulut ini memang sudah tersetting otomatis kayaknya, dimanapun kaki berpijak selalu saja obrolan LSMnya keluar. Apalagi Mira bercerita tentang LSM barunya yang kini bergerak diisu kesehatan bersama Nukman dan Netty yang keduanya mantan PKBI juga.
lapangan yang dijangkau Mira kali ini berbeda dengan waktu dia bersamaku dulu, kini dia memasuki kelompok perempuan usia subur. Bernostalgia dengan cerita cerita lama memang sangatlah asyik.

Tiba giliranku bercerita tentang apa yang kujalani bersama PKBI, mulai dari VCT, Lesbian, LGBT, mainstream heteroseks patrarki, audio visual hinggga multikulturalisme yang sudah menjadi "dagangan cangkem ". Saatku berbagi data , Mira pun berkomentar, Kog sampai hapal banget sech? "namanya juga dagangan, " jawabku ngekek.

Ukipun punya cerita lain, dirinya kini lagi hobby mengedit film, sudah beberpa film yang dia garap. salah satunya yang pernah aku lihat, Tragedi KKWK . Hal ini dilakukannya disela sela mengelola hotelnya. Lucu juga cerita Uki, bagaimana tidak ? Dia terkadang mengeluhkan begini, aku tuch salah apa sech, dalam membuka hotel ini, maunya bisnis hotel kog malah jadi penitipan anak? kita berdua ngekek , senyum lucu mendengarnya.
Memang sejarah keluhan itubeginii, Uki menerima tamu hotel , kakek kakek yang membawa anak kecil (cucunya). Sering kali nak yang berusia 4 tahun ini berkenalan dengan teman temen Uki yang datang kesitu, Yudha, kenalnya.

begitu kehadiran anak ini, sering kali tetangga tetangga Uki yang mempunyai anak seumuran Yudha bermain di Lobby tempat Uki usaha, alhasil hotel itu jadi ramai sekali, bukan karena tamu hotel, akan tetapi berubah jadi TPA ( tempat penitipan anak ).
Wkkk kk kk kk memang terkadang lucu juga, apalagi Uki sempat menuliskannya sebagai Status facebook, Otomatis beberapa teman mengomentarinya..,.Buka TPA aja Mak, jadi bisnis baru, Mungkin udah bakat itu. ....dalam kelakarnya temanku ini menjawab, " kalo yang ini belum cukup umur, mungkin kalo anak anak SMP atau SMA bisa jadi serius nech," kkkk kkk kamipun tertawa.

Sayang seribu sayang, pukul 16.00 akhirnya memaksaku pergi dari reuni divisi kecil. Karena sore itu aku berjanji untuk menghadiri syukuran "Trisnawara", group keroncong muda yang kemarin mendapatkan juara III di ajang Festival keroncong tingkat propinsi DIY. Paling tidak untuk evaluasi sorenya , aku bisa nyonthong lagi, dan membawa semangat gerakan sosial pada kelompok baru ini.

Lakukan sesuatu untuk perubahan dimanapun kakimu berpijak, perubahan untuk sesuatu yang lebih baik, buat dirimu maupun sekitarmu.....


Minggu, November 01, 2009

Berbagi Sore di Perempatan Tugu

Jogja memang kota yang asyik untuk nongkrong. Apalagi jika waktu telah menjelang petang. banyak tempat ditawarkan dari trotoar jembatan Gondolayu hingga perempatan Tugu bisa menjadi pilihan bersantai atau hanya sekedar ngobrol ringan.

Sore itu kami kedatangan seorang teman lama, bisa dibilang seniorlah. Namanya Ferry mantan aktivis Lentera Sahaja ( PKBI ) era tahun sembilan puluhan.
Kini sahabat lama ini bergabung dengan NGO skala International, Fammily Health International (FHI ) yang berkantor di Jakarta. Saat itu kami berkesempatan untuk ketemuan di Hotel Phonix temapatnya menginap, disela sela waktu kosongnya mengikuti workshop yang dilakukan oleh KPAN di Jogja.

Sesampai kami diHotel, tawaranpun diberikan, mau ngobrol dimana ne?" pintanya. Tempat yang asyik deket deket sini, and bisa duduk sembari ngobrol ngobrol bebas," lanjutnya. Ku tawarkan lesehan gudeg di deket perempatan Tugu, tempatnya nggak jauh dan enak buat ngobrol," usulku. Semua setuju.

Berjalan kaki kami menuju temapt yang disebutkan tadi. kebetulan kami berenam orang, karena memang kami barusan rapat bersama membahas HAS ( hari aids international ) untuk bulan Desember nanti. Ada Netty ( SPAY ), Gama ( korprog High risk group), Masrul ( korprog lentera ), supri ( pelda ) , Mukhotib ( dirpelda ) dan diriku ( relawan ).. Feri mulai bercerita tentang tugasnya di Jogja sekarang ini, dengan panjang lebar dan semangat dia berbagi tentang pengalaman barunya di FHI. Sesekali kemudian dia bertanya. Apa yang sekaarang dikerjakan PKBI?

Mukhotib selaku pentolan kepala suku mulai angkat bicara. gayanya yang semau gue selalu diiringi gelak tawa lepasnya." Gini kang", katanya yang selalu menjadi awalannya.
PKBI sekarang sudah lain dari yang dulu, ujarnya menjelaskan. Sekarang yang kita kerjakan adalah pengorganisasian."wah bagaimana tuch,?" feri dalam selanya. kalau dulu kita selama dua puluh tahun selalu melakukan program outreaching, kini gerakan itu mulai kita geser. kenapa kita geser, karena bagaimana nalarnya jika pendampingan komunitas itu dilakukan hampir dua puluh tahun berjalan.

Pekerja seks yang selama ini didampingi pastilah jauh lebih pintar dibandingkan dengan relawan yang tiap tahunnya sering kali berganti. Lebih pintar komunitasnya, kang. Oleh sebab itu pengorganisasian harus dijalankan untuk melangkah pada tahapan berikutnya yaitu CBO ( community based organization ). dengan CBO lah nantinya program perjuangan identitas itu dimulai. Feri mulai berpikir yang kemudian bertanya, Jelasnya bagaimana tuch ?"

Mulailah mukhotib bercerita tentang multikulturalisme barunya. panjang dalam penjelasannya saat itu, hingga sampai pada strategi advokasinya. teman lama kita mengangguk tanda bahwa dia paham tentang hal baru yang disampaikannya tadi. Dahinya terlihat berkerut dan kembali dirinya melempar pertanyaannya. Dalam bahasa program, bagaimana kita bisa mengukur keberhasilannya?" tanya dia. Biasanya dalam bahasa program ada outcome yang bisa dijadikan verifikasi bahwa program tersebut berhasil? lanjut pertanyaannya.

FHI didalam mengukur program jelas, dari beberapa indikator klinis bisa diukur baik dengan menggunakan surveilans HIV, survei IMS ataupun data data klinis lainnya. Bisa pula dari survei perilaku ( behavior survey ) seperti yang sedang dirancang didalam workshop di Jogja sekarang ini, " dia mempertajam pertanyaanya.

Obrolan semakin berat dan panas. Mukhotib menjawab santai," gampanglah kalau kita mengukur atau membuat indikator indikator capaian itu." Hanya problemnya adalah kita selalu dihadapkan pada indikator indikator capaian dalam bentuk angka angka kwantitatif. Data kualitatif sering tampak sebagai hal yang tidak menarik , terkadang malah diabaikan," dirinya menambahkan. Contoh misalnya, sekarang yang namanya pekerja seks, sudah berani bertanya pada petugas yang sedang melakukan razia, " mana surat tugasnya, saya mau lihat !" ujar Mukhotib menirukan gaya pekerja seks yang terazia.

Contoh lainnya, sekarang pembahasan perda hiv dan aids, mulai melibatkan komunitas untuk diajak dialog, tak ada lagi model model arogansi penaklukan yang dilakukan pihak pemerintah dalam hal pembuatan perda. "Surveilans hiv dan IMS kini telah diserahkan dinkes kota, selaku dinas yang berwenang dalam pelaksanaan ke pihak PKBI DiY untuk memastikan hak hak pekerja seks supaya tidak terlanggar," Ujarku menambahkan.

Kemudian obrolan bergeser ke topik lainya. Mukhotib menjelaskan rencana PKBI kebulan depan Agenda PKBI akan membuat workshop nasional untuk sinergitas 3 gerakan, gender , HAM dan hiv dan aids," ungkapnya. dari sana antinya akan lahir tools yang akan mengukur bagaimana layanan konseling yang berperspektif sinergitas 3 gerakan tadi. Memang diakuinya hal ini bukanlah hal yang gampang dalam membuat toolsnya. Mukhotib menceritakan tentang kasus perempuan yang diperkosa dan mempunyai potensi terpapar hiv dan aids, dimana si pemerkosa memiliki perilaku yang rentan dan berpontensi terinfeksi HIV. Wow, dalam kasus seperti ini mana dulu yang akan diselesaikan? kekerasannya dulu ataukah HIVnya? belum lagi jika disana muncul keluhan terkait dengan IMS ( infeksi menular seksual ) akibat perkosaan, beginilah gambaran susahnya menyusun tools tadi.
Nah pelatihan atau apapun namanya , nantinya akan didorong untuk membuat tools yang sesuai dengan kebutuhan tadi. "Dari pelatihan ini, akan lebih mudah lagi membuat indikator capaian yang lebih lengkap dari data yang terkumpul nantinya," Ujarku menambahkan.

Misalnya lagi, PKBI pernah membuat pelatihan audio visual. Mendorong komunitas untuk mampu membuat video komunitas. Kalo diputar ulang, kita bisa melihat perlawanan dari komunitas Pekerja seks, anak jalanan maupun waria. Bagaimana dalam pembuatannya seorang anak jalanan sengaja memasang dirinya di jalan saat razia tengah berlangsung. Kamera tersembunyi sengaja tetap menyala untuk merekam kejadian tersebut, ungkapnya.

Perlawanan perlawanan semacam tadi menggambarkan tentang perjuangan identitas yang selama ini disulut untuk membakar semangat mereka didalam perjuangan identitas, ujarnya.
Akan tetapi mukhotib menyatakan kekecewaannya saat bercerita tentang hasil video komunitas yang dibuat oleh kelompok gay. Dia mengatakan, " bagaimana kelompok gay, yang dipandang lebih mapan dari sisi itelektual, sosial dan ekonomi, hasil peroduksi videonya menggambarkan kekalahan." Diceritakannya bahwa apa yang difilmkan oleh komunitas ini adalah cerita, walaupun gay masih ada yang bisa dibanggakan, walaupun gay masih ada sisi positif yang diangkat, karena bisa jadi juara badminton dll. Kekecewaanya mencuat karena gambaran kekalahannya oleh karena orientasi seks yang berbeda. Bukan semangat perlawanan seperti kelompok lainnya. kalau saja ini terjadi pada kelompok waria, tentulah tidak membuat kaget. karena kelompok gay ini dipercaya memiliki talenta yang lebih baik dari kelompok marjinal lainnya.

Teman lama tadi menggangguk, raut mukanya sangat antusias menyimak cerita cerita tadi. sempat dia menanyakan keberadaan video hasil produksi teman teman ini.

Topik berganti lagi disaat feri menceritakan kegelisahannya terkait dana yang sangat besar, yang sedang menggelinding digelontorkan bagi program penanggulangan aids di negara ini. Kekhawatirannya mencoba menganalisis tentang ketidak efektifannya dana yang besar dengan haasil yang dicapai selama ini. Ulasan panjang coba diurai dengan menganalisa beberapa hal yang membuat ketidak efektifan terjadi.

Akan tetapi Mukhotib berpandangan lain, dia tidak sesederhana dengan apa yang dibayangkan oleh teman lama ini. Dia bilang, "Saya malah mensinyalir tentang Kolonialisme baru didalam respon HIV dan aids ini."Ungkapnya. Ada indikasi kuat bahwa sekarang ini negara yang kaya, dengan angka prevalensi rendah sedang mengintervensi negara negara miskin dan angka prevalensinya tinggi. Mereka seakan akan berhak untuk mengatur dan membuat negara negara penerima donor ini, menurut. Ini penaklukan baru, dan ini yang disebut
"KOLONIALISME BARU"
Huakk kk kkk kk kami pun tertawa, jangan jangan karena hiv maka ada program untuk gay? Atau karena gay maka program hiv itu ada? " tanya feri sembari berkelakar.
( Huh ,Sangat bias , kata Mukhotib padaku sembari mencibir temanku itu ). "bagaimana bisa seorang sekelas Ferri masih saja bias dengan carapandang yang selama ini tengah dibongkar habis dalam gerakan PKBI?" tanyaku pada Mukhotib.

masih banyak cerita lagi yang carut marut mengisi malam itu. Hingga saatnya kami pulang karena orang orang dirumah juga mempunyai hak untuk menikmati kebersamaan yang luar biasa ini.

Sabtu, Oktober 31, 2009

Mendobrak multikulturalisme liberal

Saat nyantai bersama dengan si Bos PKBI DIY, diruang bal bulnya alias smoking room, tak terduga olehku akan ajakannya untuk ikut menemaninya disebuah pelatihan di Hotel Satya Nugraha yang diselenggarakan lembaga ELKIS ( edukasi lembaga kajian Islam ).
Dengan berkendaraan roda dua kami masing masing meluncur ke tempat pelatihan. Hanya berselang kurang lebih 25 menit tibalah kami disana. Sambutan hangat panitia menghampiri dan menggiring kami langsung keruang makan lantai satu hotel tersebut.
Obrolan santai kembali berlangsung sebagai mengawali makan malam yang kuharapkan sejak tadi, karena perutku yang mulai berontak kelaparan sejak siang tadi. Memang gaya direktur yang nyantai selalu mengundang gelak tawa ditengah obrolan yang terkadang cukup serius sebenarnya. Najib dan nita dua orang teman Elkis yang sempat berkenalan denganku. Walaupun sempat roaming mencoba mengingat dan bertanya tentang siapa mereka, akhirnya kudapatkan jawabannya. Paling tidak aku mengenalnya sebagai panitia di pelatihan tersebut. Tak banyak yang kuingat, selain sindiran bosku yang mengkritisi tentang apa yang lembaga tersebut lakukan didalam kerja kerjanya selama ini.

Pukul 19.00 , saatnya sesi pelatihan dimulai kembali. Ini merupakan hari ke enam dari pelatihan panjang ,"ujar panitia membuka sesi. Beberapa pesan berupa pengumuman sengaja disampaikan , sebagaimana biasa terjadi dibanyak pelatihan. Seorang peserta bertanya, Bisakah nantinya kami mengirimkan tulisan tulisan ke Elkis nantinya untuk dimuat, jikalau peserta ini telah kembali ke daerahnya?". Panita kemudian menjawab, " ya boleh tetapi kita tidak menjajikan bahwa akan dimuat lho ya." Justru kemudian hal ini di review oleh Mukhotib sebagai bahan kritikan, sebagai suatu jawaban yang bijak akan tetapi sebenarnya sedang lari dari kenyataan, katanya sambil berkelakar.

Multikulturalisme Baru
Berawal dari pertanyaan, " apa yang menjadi alasan sesuatu itu menjadi sebuah kultur ?"
Agama, suku, ras, budaya, ideologi dll merupakan sebuah kultur yang perlu di" bela bela", kemudian patut untuk diperjuangkan ? Peserta dengan lugas menjawab, dari apa yang telah diperolehnya selama pelatihan enam hari tersebut. Organisasi, budaya yang sama, kelompok sosial, cita rasa , apresiasi, identitas. Lalu kalau saya menulis kata "WARIA" apakah ini ini bisa di sebut atau bahkan di akui sebagai sebuah kultur? Mukhotib melanjutkan pertanyaannya.

semua peserta hening dan berpikir. Serentak jawaban mengatakan ya, adapula yang hanya mengangguk angguk tampak ragu mengatakan ya! Saaat pertanyaan tersebut dibalik dengan bertanya kembali mengapa? karena waria juga mempunyai karakter, dan persyaratan yang tadi disebutkan oleh peserta sebagai sebuah kultur. Sebagai sebuah kultur, bagaimana kelompok waria tersebut juga perlu diperjuangkan? Semua peserta terhenyak menjadi bingung dibuatnya.

Multikulturalisme yang selama pelatihan ini mereka dapatkan, adalah multikultural stagnan. Multikultural mainstream yang dipahami sebagai multikultural liberal. Agama, ras , suku, bangsa, ideologi dsb.
Akan tetapi saat waria, anak jalanan, gay, pekerja seks juga memenuhi kriteria sebagai sebuah kultur, masih berat didalam kepala peserta untuk berpikir tentang perjuangan untuk mereka.
Mengapa? berbagai pertanyaan dan pendapat disampaikan oleh peserta yang mengatakan hambatan Agama menjadi hal dominan melandasi beratnya perjuangan untuk kelompok marjinal tersebut.

Kalau melihat kembali dari apa yang termasuk didalam multikulturalisme liberal, agama adalah salah satunya yang dibela bela, untuk ikut diperjuangkan. Akan tetapi disaat kelompok waria disebut sebagai salah satu kelompok yang perlu juga ikut diperjuangkan , mengapa agama sendiri melakukan fundamentalisme pada kelompok ini? Mukhotib mempertanyakan.
Menyikapi kegelisah saat berbenturan dengan agama, adalah dengan memandang agama sebagai bagian dari spiritualitas yang bukan selalu bernama agama. Biarkan kelompok ini memiliki spiritualitasnya sendiri, tanpa kemudian terinvensi dengan kata agama yang melakukan peradilan bagi keyakinan yang dipaksakan atas dasar fundamentalisme.

Dengan multikultaralisme baru yang bukan liberal tadi akan mendorong kelompok kelompok yang termarjinalkan tadi menjadi identitas sosial baru, katanya. Lalu bagaimana strategi advokasinya? mukhotib melanjutkan.
Pengorganisasian, kampanye publik dan legislasi sebagai suatu cara, yang harus dikerjakan bersama. Pengorganisasian akan mendorong komunitas pada sebuah kesadaran bahwa untuk perjuangan identitas tidak akan mungkin dilakukan sendiri. Berorganisasi adalah jawaban untuk hal itu. Maka dengan cita rasa, apresiasi dan cita cita yang sama organisasi ini akan menjadi sebuah identitas yang diakui sebagai identitas baru.
Kampanye publik, adalah upaya upaya untuk mempengaruhi opini publik. Bisa menggunakan media cetak hingga audio visual. Bisa pula menggunakan aksi aksi turun kejalan untuk menarik perhatian publik, jelasnya. contah media di jelaskan panjang lebar olehnya.
Legislasi, dalam bentuk legal draft, judicial review maupun counter draft legal dijelaskan runtut sebagai upaya mempengaruhi para pengambil kebijakan untuk membuat aturan aturan yang melindungu hak hak kultur sosial baru ini.

Pentingnya perjuangan ini, akan mampu pada akhirnya melahirkan sebuah blok sosial baru yang setara dengan blok sosial masyarakat yang selama telah ada. Keberadaanya mempunya hak hak yang sama didalam sebuah proses kehidupan, misalnya dalam hal lapangan pekerjaaan , membina keluarga, akses layanan publik bahkan didalam hal berpolitik. tidak ada kemudian pembatasan pada sektor sektor riil, hak mereka sama. Impian besar semacam ini akan mampu memberikan kontribusi bagi terciptanya penurunan angka prevalensi hiv dengan lebih nyata, jika dipandang dari penanggulangan hiv dan aids. Hal ini didasarkan pada sebuah kesadaran bahwa ternyata problem hiv dan aids bukannlah masalah di dunia klinis semata, akan tetapi merupakan relasi dengan problem HAM dan masalah Gender.

Saatnya memperjuangkan multikulturalisme baru, untuk kehidupan bernegara yang lebih baik.

Sepanjang perjalanan aku pulang, teringat gaya guyonan dan kelakar pada kemasan sebuah pembelajaran yang berat, menjadi suatu hal yang menarik untuk ditulis didalam blog ini. Kesempatan yang jarang sekali didapatkan oleh relawan sejadul diriku...

Impian dari bunga bunga idealisme meletup meledak terbawa didalam tidur panjangku..



Minggu, Oktober 04, 2009

Padang kenangan sejarah yang kembali terulang

Gempa Padang, Jambi dan Bengkulu , membuat saya kembali pada kejadian bencana yang dialami oleh Daerah istimewa Yogyakarta 3 tahun yang lalu. Kekuatan 7,6 scala richter tersebut lebih dasyat dari apa yang terjadi di kota saya, 5,9 scala richter. Walaupun demikian kerusakan yang ditimbulkan saat itu luar biasa parahnya, bahkan lebih dari 5000 orang meninggal dunia.

Kenangan itu, sangatlah membekas dalam ingatan saya. Pukul enam pagi disaat saya baru saja terbangun dari tidur, dikejutkan dengan bunyi gemuruh bagaikan suara hujan deras yang kemudian diikuti goyangan tanah dimana rumah terasa bergoyang hebat. Dengan cepat ku ambil langkah segera keluar dari rumah yang terdengar berdenyet , kretak kretek.Mencoba meraih pintu yang masih terkunci untuk segera dibuka supaya ku bisa keluar dari rumah yang saya kuatirkan bakal rubuh tersebut. " Gempaaaaaaa, KELUARRRRRRRRRR, Semua KELUARRRR, GemPaaaa....." teriakku sambil berlari keluar...
Semua orang, termasuk tetangga sudah juga berlari keluar rumahnya. Terlihat rumahku yang masih bergoyang, memang terasa agak lama goyangan itu. Kaki saya masih merasakan tanah yang bergoyang membuat kepalaku terasa sedikit pusing seperti orang yang mabok.

Selang beberapa waktu, gempa berlalu. Bersyukur dalam hati saya, melihat semua orang selamat. Bahkan rumah tua yang saya tempatipun tak mengalami kerusakan yang berarti.
Pandanganku segera beralih ke arah utara rumah, disana ada hamparan sawah luas sehingga sangat mudah bagi saya untuk melihat kokohnya gunung merapi kebanggan Jogja. Terlihat asap tebal mengepul dari puncaknya. Segera ku berpikir," oh gunung Merapi meletus, to "
Radio dan televisi segera menyiarkan gempa yang barusan terjadi. Ternyata mereka menyebutkan bahwa gempa tadi adalah gempa tektonik yang berpusat di selatan kota jogja, jadi bukan karena merapi meletus.....

Seperti biasa saya bergegas menuju Rumah sakit, tempat kerjaku. Karena gempa tadi tak membuat masalah dilingkungan atau bahkan rumah tuaku, sehingga saya bisa berlenggang pergi tanpa kekuatiran yang berlebihan. Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, mata saya tak hentinya memandang kiri dan kanan jalan. Mencoba mengamati dampak gempa yang barusan terjadi. Tak ada kerusakan yang berarti hanya beberapa genteng yang merosot atau kaca kaca yang pecah di beberapa estalase, selebihnya aman. Jalan begitu sepi, kosong tak sepadat biasanya pada jam jam seperti itu.

Sesampai dirumah sakit, saya parkir ditempat biasanya. Beberapa karyawan lain, terlihat sedang membicarakan gempa yang barusan terjadi pagi tadi. Dengan tak banyak basa basi segera saya menuju ruang kerja. Sama karyawan sedang membicarakan topik gempa. Tak lama waktu berselang , puluhan pasien datang pada waktu yang bersamaan. Terjadi kepanikan yang luar biasa. Dalam waktu yang tak lama ratusan pasien telah tergetak di UGD yang biasanya hanya menampung sekitar 15 - 20 pasien saja. Mereka adalah korban gempa di Kab,Bantul. Kini jumlah pasien yang masuk hampir mencapai seribu orang.....

Semua berteriak minta tolong, banyak dari mereka minta didahulukan, semakin padat, semakin banyak. bahkan lorong lorong jalan di dalam rumah sakit penuh dengan korban gempa tadi.
Pusing, prihatin dan sedih jadi satu. saya tak tahu, bingung mana yang akan ditolong, semua harus ditolong. Kedaaan saat itu begitu kacau, tak ada tempat lagi. Ratusan orang bergeletakan didalam maupun diluar rumah sakit. Halaman parkirpun menjadi tempat korban korban dengan bergeletakan di jalan.

Petugas rumah sakit yang terbatas itu harus melakukan pekerjaan yang sudah diluar batas kemampuannya, akan tetapi korban tetap harus mendapatkan pertolongan saat itu.
Berjalan dilorong dengan melompati para korban. Infus yang bergelantungan tak beraturan. Oabat obatan yang semrawut juga harus keluar dari apotik. beratus ratus botol di sebarkan di berbagai lorong dan halaman parkir. menjahit luka bagaikan menjahit baju robek saja. Ruang radiologi terjadi antrean panjang dari pasien. Tak elak lagi mesin foto rongent itu cepat sekali panas, hingga gambarnyapun tak begitu baik, akan tetapi memang harus berjalan, demi memberikan pertolongan...

Saiang semakin panas, kini ribuan orang bergeletakan. Tidak ada air minum buat korban, apalagi makan. Banyak orang yang tak membawa identitas semakin membuat sulit para pekerja rekam medis yang sedang membuat catatan medis pasien...
selang beberapa waktu, beberpa orang luar menawarkan bantuan sebagai relawan.
Beruntunglah mereka membantu mengangkat, memeindahkan bahkan mendorong bed ke radiologi maupun kamar operasi. Tak tanggung tanggung ratusan orang harus menjalani operasi tulang. Jenazah jenazah yang bergeletakan berbaur dengan pasien lain, segera dipindahkan ke kamar jenazah di belakan rumah sakit. Dan saya sendiri , tak hentinya berkeliling membantu korban yang harus segera mendapatkan pertolongan.

sore hari itu posko bantuan segera dibuka. siaan radio yang terus menerus menyiarkan berita bencana membuat sebagian orang datang ke rumah sakit dengan membawa bantuan seaadanya, mie instant, berasa, uang, roti, air mineral, baju apapun semua dibawa. Tak mau ketinggalan novotel Hotel yang terletak di depan rumah sakit juga menyubangkan nasi bungkus masakan mereka sendiri. dan hal itu terjadi setiap harinya. Relawan relawan juga tak henti hentinya bekerja dengan waktu. Kelelahan itu tak muncul diraut wajah mereka, hanya semanagt dan menolong yang tampak di depan mata. Tiga hari terus menerus saya bekerja, hampir 24 jam kita semua bekerja, hingga seminggu kemudian...

Kini bencana tadi melanda kota Padang, Jambi dan Bengkulu. Tayangan TV memberikan gambaran yang jelas seperti apa yang tengah terjadi. Sejarah Jogja terulang kembali di Padang. Sebagai orang Jogja yang pernah mengalami hal serupa, tentunya saya bisa merasakan seperti apa yang dialami oleh orang orang Padang saat ini. Air mata saya seringkali tak sadar menetes keluar disaat saya menyaksikan tayangan beberepa stasiun TV yang terus menerus memberitakan bencana di Ranah Minang itu.

Itulah sebabnya pengalaman yang saya alami saya bagikan melalui situs pertemanan sosial "Facebook" untuk sekedar berbagi, dengan apa yang pernah saya alami, saya rasakan, dan saya lakukan." hendaknya kekeurang dimasa yang lalu bisa menjadi tonggak untuk mengantisipasi hal hal yang mungkin saja terjadi disaat merespon keadaan darurat yang diakibatkan oleh bencana Gempa. harapan kita semua , pastilah jangan ada gempa lagi, akan tetapi jika hal tersebut kembali harus terjadi, pengalaman dari rentetan sejarah akan segera bisa memberikan respon yang lebih cepat, lebih baik dengan mengutamakan misi kemanusiaan....

Mengucapkan Duka cita yang sedalam dalamnya bagi keluarga yang ditinggalkan oleh saudara saudara kita yang meninggal , semoga seluruh keluarga di berikan kekuatan dan ketabahan didalm menerimanya. Turut prihatin atas keluarga, sahabat, handai taulan yang menjadi korban dari bencana gempa di awal oktober ini.....semoga diberikan kepulihan dalam waktu yang lebih cepat, sehingga bisa kembali didalam berkarya dan melanjutkan cita cita ke depan...



Selasa, Maret 24, 2009

Angkringan Pedopo Dalem

Tempat nongkrong di Jogja mulai bertebaran. Ada warung lek Man di utara stasiun tugu, yang terkenal denga kopi josnya. Ada oyot doyong miliknya raminten , mirota batik. Ada lesehan code yang memanjang sepanjang bantaran sungai code, sebelah selatan jembatan gondolayu. Ada warung tinong dengan tawaran harga yang serba limaribu, dll.
kali ini saya ada di angkringan Pendopo dalem. Letaknya hanya limapuluh meter timur pasa ngasem, Yogyakarta.


Pendopo Dalem ini buka pada jam 18.00 sampai pukul 00.00 wib. Menu yang disajikan bermacam macam, mulai dari jajanan pasar hingga nasi brongkos.Minuman dengan nama aneh seperti wedang bleduk sampai es teh ataupun es jeruk. Semua disajikan dalam gaya angkringan, ambil sendiri, comot mana yang suka dan bayar di akhir tongkrongan. Fasilitas yang disediakan cukup unik. Mulai dari kursi ala jawa, ornamen klasik jawa seperti gamelan, gunuk angkringan hingga wifi gratis pun ada. Harga relatif murah disini.


Buat para pencinta gaya gaya etnik jawa, temapat ini menarik untuk dipilih menjadi pilihan. Suasana yang tenang, gaya yang lebih santai didukung dengan temapat yang luas terbuka. Untuk parkirpun mudah dan luas, soal keamanan tidak diragukan lagi pastilah terjamin aman. TEmpat yang berlokasi didalam regol, kangungan dalem memang pas untuk menyelenggarakan berbagai aktivitas seperti rapat,kongko kongko ataupun sekedar ngenet gratis. Tidak jarang partai partai politik menggelar rapat dengan kadernya disini, afiliansi beberbagai komunitas juga sering meramaikan tempat yang njawani dan murah ini. ada komunitas fiat, komunitas blogger, hingga forum LSM.


Tertawa, diskusi hingga ngobrol santai terekam oleh ketenangan Angkringan unik ini. Kalangan muda dan tua, perempuan dan laki laki, sering berkumpul menikmati layanan dan sajian yang tampak ramah bersahabat. Sering kali waktu tak terasa telah habis hanya karena terlalu asyik dengan aktifitas yang mengalir disela sela makanan yang tersaji. Gagasan gagasan besar terkadang lahir di tempat seperti ini. Teringat misalnya gagasan teman teman aktifis saya yang melahirkan gagasan besar dan kemudian mengembangkannya dalam program pers ccrnner ataupun kantor berita swara nusa.net , lahir ditempat seperti angkringan pendopo dalem.


Semakin jarang rasanya menemukan tempat dengan tawaran semenarik disini. Murah, enak, mempunyai ke khasan, bahkan juga didukung dengan wifi yang tergolong modern. Jika di bandingkan dengan kafe kafe lain yang mulai berjamuran dijogja, maka Angkringan pendopo dalem menjadi menonjol karena khas, murah dan free hotspot lagi...
Soal harga wah wah ah, tidak sebanding dengan kelas kafe pada umumnya, apalagi kalo kafe itu ada di Jakarta ataupun kota kota besar lainnya, tidak ada seperduapuluhnya...

Andai saja banyak sekali temapt seperti ini di Jogja, tentunya akan menjadi salah satu daya tarik wisata tersendiri bagi wisatawan. Buat penduduk jOgja sendiri akan sangat bermanfaat jika banyak hal hal positif bisa dikembangkan dan dikerjakan dengan layanan seperti tadi. Sejumlah paparan menunjukakan bahwa potensi sisi ada dan banyak. Tinggal menunngu respon yang lebih baik bagi pengunjung ataupun pemerintah yang sensisif terhadap lingkungan sosialnya.


angkringan Pedopo Dalem, ruang diskusi modern dengan tata etnik dan ke khas an budaya Jawa. Bukan saja telah ikut mendukung upaya pencerdasan bangsa akan tetapi memberi nilai bagi pelestarian budaya Jawa. Pariwisata akan berkembang dengan hadirnya Angkringan unik, seunik Emperan NDalem Kasultanan Jogja.

Senin, Maret 23, 2009

Sopir dan dompet

Sabtu malam kira kira jam 22.00 wib, saya tiba di kota kendal, tepatnya Sukorejo, kota kecil yang menghubungkan kota Weleri dan Parakan Temanggung, tempat dimana kakakku tinggal. Sehabis dirawat di RS.Bethesda kemarin, saya disuruh untuk tinggal beberapa hari di rumah kakak perempuanku ini. Alasannya supaya saya bisa benar benar istirahat hingga fit, dan tidak terganggu dengan aktivitas kerja apalagi keluyuran....

Perhatian kakak perempuanku ini memang luar biasa, sewaktu saya operasipun dia menunggui hingga semuanya kelar. Tak sedikit semangat yang terlontarkan olehnya karena memang saya adalah adiknya yang paling dimanjanya. Tersenyum saya saat mengingatnya, karena bermanja seperti masa kanak kanak mempunyai keindahaannya sendiri. Jikalau ini hanyalah mimpi, ingin rasanya saya tetap terpejam dan tak terbangun dari benaman sayang seorang kakak yang menghanyutkan penuh peduli.

Perjalanan ke Sukorejo kali ini saya tempuh dengan jasa layanan travel Ramasakti. yang berkantor di Jl.Diponegoro, Yogyakarta, atau sebelah barat tugu Jogja. Awalnya kakak menyarankan saya menggunakan jasa taksi saja, dengan alasan bahwa biasanya pada hari hari weekend jasa layanan tersebut penuh, selain itu juga bahwa menggunakan taksi pastilah lebih nyaman. Tetapi saya berpikir bahwa lebih hemat meggunakan jasa travel dari pada taksi yang jauh lebih mahal. Coba saja bandingkan jika membeli tiket travel paling paling hanya mengeluarkan kocek Rp.50.000 , tetapi jikalau menggunakan jasa taksi paling minim saya harus bayar Rp.460.000 , untuk tujuan Jogja - sukorejo. Harga ini terlalu banyak , walaupun kakakku sendiri yang membayar semuanya, saya hanya berpikir hemat saja sich...

Travel berangkat jam 18.00 dari jam 17.00 yang dijadwalkan. Kadang kesel juga sich, dengan molornya waktu tadi. Kekesalan bertambah saat teryata si driver yang namanya pak.Wasono minta ijin untuk mampir kerumahnya, di daerah dekso kalibawang,sebelah barat Godean. bagaimana tidak kesal , karena sejak sebelum berangkat saya sudah telpon kantor , dan menanyakan apakah saya bisa dijemput didaerah Godean , walau dengan tambah ongkospun tidak jadi soal. Akan tetapi pihak kantor mengatakan tidak bisa, sehingga saya calling taksi untuk mengantarkan ke agen travel ini sekalipun jaraknya kurang lebih 12 kilometer dari Godean.
Grubyak ...permintaaan Si wasono tadi saya ijinkan walaupun dengan kesal...

Berjalan merambat, kedaerah yang bukan reute travel Jogja pekalongan. mampir kerumah wasono si driver untuk mengambil bebebrpa lembar pakaian ganti. Cuaca seharian hujan, semakin membuat lamban perjalanan. saat itu jalanan sangat gelap dan diperparah kondisi kendaraan yang tidak satndart lagi. Pintu kanan di tahan dengan tali plastik rafia supaya tidak buka sendiri. Lampu depan sudah tidak terang lgi alias burem. AC yang mati membuat driver berdoble job untuk mengelap kaca depan , seperti weepear. wah pokoke hancurlah.....

Lama terasa perjalanan kemaren, biasanya jarak Jogja Sukorejo bisa saya temapuh hanya dengan waktu 2,5 jam dengan menggunakan roda dua alias sepeda motor. Akan tetapi dengan travel ini terasa hanya merambat dengan memikul beban sabar. Saya tidak berani komplain dengan driver saat itu, karena relasi kuasa dan keselamatan ada di tangan dia. Semua coba saya pahami karena sebelum berangkat, si driver mengeluh bahwa dia capek dan belum istirahat. Tampak sekali guratan kelelahannya, dengan mata menahan berat karena kantuk.

Saya coba menikmati perjalanan seperti biasa, akan tetapi perasaan ini telah dilingkupi oleh rasa kecewa, jadi susah. Pemandangan jendela luar tidak tampak, terhalang oleh kaca film yang tebal dan buram. Hingga akhirnya saya beristirahat di kota Parakan, warung eny dimana travel tadi melepas lelah sejenak. Sambil melepas penat akibat perjalanan yang lelot lamban tadi saya mencoba semangkok soto dan teh panas sebagai penghangat. Lumayan, badan bisa lebih fit, beberapa lembar uang dibayarkan ke warung dan kemudian saya kembali melanjutkan dengan si travel putih, rama sakti.

Melihat pak driver dari kaca spion , saya lebih agak tenang karena cahaya redupnya mulai terang kembali sesaat setelah segelas kopi menghangatkannya. Kurang lebih pukul 22.30 wib, saya sampai tujuan dengan kakak yang telah dari tadi menungguiku, bahkan selama perjalanan selalu sms menanyakan saya samapi dimana, huih seperti saya ne anak kecil yang baru sekali berpergian jauh dan sendirian....geleng geleng saya, bila mengingatnya.

Karena tiba di Sukorejo sudah sangat malam, maka tanpa babibu saya menyelonggorkan badan dikarpet depan TV kakak, dan kemudian melemaskan semua sendi yang kaku karena perjalanan jauh tadi. Minum keluar dibuatkan mbak yem ( pekerja rumah tangga ) , kemudia makan malam yang memang telah disiapkan dari sebelum saya sampai disitu. ada sesuatu terjadi malam itu, yang mengganjal tanpa pernah saya tahu apa penyebabnya.

Terdorong keinginan saya untuk akses internet, dengan kondisi laptop yang sedang trouble dengan PC Suiteya, maka dompetlah yang kemudian saya cari... Bongkar sana sini tidak juga ketemu, bertanya pada kakak juga tidak tahu. semua orang dirumah itu saya tanyain juga jawabanya sama tidak tahu....tambah dongkol campur jengkel, tidak karuan..

Dompet itu berisi beberapa lembar uang pecahan. STNK mobil dan motor, KTP, SIM, Kartu debet, Kartu kredit dan bahkan semua buku tabungan nyantol didalam dompet saya yang panjang dan lebar itu. Bergeretak rasa kesal didalam benak dan otak. Sempat juga curiga ma kakak, mungkin saja dia sengaja ngerjain supaya saya bingung seperti biasanya "gojekannya" padaku. Apalagi kakak hanya menjawab dengan tenangnya," wis wis besok pagi juga balik, tenang aja wis, sana tidur aja gak usah dipikir banget banget...."
Saya rebahkan badan ini ketempat tidur , akan tetapi mimpi indah itupun tak segera bersambut..hingga akhirnyapun pagi...

Pagi pagi sekali sya sudah terjaga dari tidur yang tak nyenyak. Segera keluar kamar dan membuka pintu depan untuk segera menengok ke jalan. Saya curiga dan sedikit berharap bisa menemukan dompet yang hilang semalam di jalan depan rumah saat saya turun dari travel.
Hasil nihil, dengan sedikit kuatir, jangan jangan jika memang jatuh di jalan ini ,tentunya sudah keduluan diambil orang? Harapanku sedikit ku rubah untuk menenangkan hati, moga moga aja itu dompet jatuh di dalam travel dan sisopir berbaik hati untuk mengembalikannya...

Waktu berjalan, saya ambil handphone dan segera memencet tombol 108. Informasi yang kudapat adalah nomor rama sakti pekalongan dan jogja. Segera waktu itu saya hubungi kedua kantor tersebut. Jawaban dari kantor Jogja memberikan harapan yang lebih baik. Saya mendapatkan nomor si Wasono, sang driver. Buru buru nomor bang driver saya pencet. Jawaban muncul., " maaf telfon yang anda hubungi sedang tidak aktif ".
Mungkin sedang tidur, karena kecapekan, makanya handphone di matiiin, pikir saya. Mengulur sabar berharap segera bisa menghubungi sang sopir.

Berkali kali saya coba tetap tidak bisa terhubung. Coba telpon kantor lagi dan titip pesan pada mbak operator. Tinggalin SMS buat si sopir juga. Pokoknya segala upaya di lakukan agar segera bisa mendapat kepastian dompet yang hilang tadi.
Kira kira pukul 12.00 siang, saat saya nongkrong depan rumah kakak, terlihat travel warna putih parkir di depan rumah. Ramasakti tulisan yang menempel pada mobil tersebut. sontak saja sambil berdebar berharap bahwa ini si sopir yang bakalan balikin ataupun kasih kabar tentang dompet hilang. Si Wasono keluar mobil putih itu dan membawa benda kotak, panjang berwarna hitam persis seperti dompet saya. " Mas ini dompetnya, tadi saat bersih bersih saya menemukannya di bawah kursi", jelas Sopir. "tolong di chek dulu ", Sambil menyerahkan dompet.

Luar biasanya leganya saat itu, semua lengkap, tidak ada yang kurang. Tidak terbayang sama sekali dompet tadi bisa kembali. sambil berteriak teriak gak jelas, "WOOOOO DOMMPETNYA Ktemuuuuuuuuuu......." berulang ulang aking senangnya........
Si sopir senang melihat kegirangan saya, terima kasih terima kasih terima kasih.........Dengan mengambil beberapa lembar uang kertas segera ku slipkan dikantong pak Wasono, .....Entah tidak tahu lagi saya bagaimana megucapkan terima kasihnya.
bagi saya , its amazing.....................................................

Akhirnya, pak Wasono, sopir yang jujur tadi pergi melanjutkan pekerjaaannya. Lambaian tangan dan anggukanku memberikan hormat atas kejujuran yang mungkin sudah jarang ditemukan pada jaman ini.


Minggu, Maret 22, 2009

Sepintas menengok mencolek sadar

Seminggu sudah saya melewati hari setelah beberapa hari sebelumnya terbaring dirumah sakit, karena harus menjalani operasi sinusitis. Tindakan operasi telah memaksa saya untuk merelakan diri tergolek dalam ketidak berdayaan walaupun hanya untuk sesaat lamanya.

Bermacam tindakan yang memerlukan anestesi secara umum harus saya jalani untuk sekedar lepas dari masalah yang terkait dengan sinusitis ini. Bahkan dua hari pasca operasi saya harus menjalaninya kembali untuk melepas tampon yang sebelumnya dipasang pada rongga hidung dan mulut , sembari merasakan bahwa ternyata pakaw itu indah......

Sinusitis adalah suatu peradangan yang terjadi pada rongga paranasal. Menurut dokter ,dalam kondisi normal dilihat dari hasil CT- Scan maka akan terlihat beberapa rongga kosong di sekitar hidung, dipipi kanan kiri ataupun di bawah otak. Akan tetapi pada kasus sinusitis biasanya ditunjukkan dengan terisinya rongga rongga tadi oleh cairan , yang bisa terjadi akibat infeksi ataupun alergi. Secara kasat mata hal ini tidaklah terlihat, kecuali menggunakan alat penunjang yang berkemampuan untuk melihat isi jeroan kepala seperti CT-Scan ataupun MRI ( magnetic resonance imaging ).

Tampilan fisik hanya bisa dilihat dari gejala ataupun keluhan yang dihadapai oleh penderita. Dokter spesialis THT merupakan orang yang pas untuk mengetahui hal tersebut, karena bidang keilmuan yang mereka kuasai dan pelajari dari akademisi.
Saat pertamakali sayapun tidak menyadari bahwa apa yang terjadi pada diri saya adalah sinusitis. Keluhan yang saya alami adalah hanyalah pilek yang berkepanjangan, namun tidak sembuh sembuh walaupun bermacam obat telah di tegak.

Hingga pada akhirnya sakit kepala yang amat sangat, migrain yang terus menerus terjadi, suara sampai sengau, karena adanya lendir yang terus mengganggu rongga hidung bahkan sempat juga saya mengalami ganguan bau busuk dihidung, dan ganguan pendengaran di telinga sebelah kiri. Semua tadi membuat saya curiga dan kembali membawa masalah tadi ke dokter.

Sering kali saya tidak menyadari dengan apa yang terjadi pada tubuh ini. Bahkan tidak jarang saya menyepelekan keluhan keluhan jika belum benar benar parah atau tampak beresiko sekali.
Akan tetapi dokter Arin Sp.THT RS.Bethesda yk,mengatakan bahwa jika radang seperti sinusitis ini dibiarkan maka resikonya akan lebih berat lagi.

Betapa tidak, jika cairan dan infeksi tadi menjalar sampai memenuhi rongga rongga tadi bukan tidak mungkin akan berakibat pada gangguan penglihatan yang bisa berujung pada kebutaan, atau bahkan gangguan lain karena infeksi pada selaput otak. Begitu menyeramkan penjelasannya, akan tetapi segala sesuatu bisa dicegah jika kita mampu dan mau untuk melakukan pemeriksaaan ataupun treatment awal.

Beberapa kali saya melakukan chek dan konsultasi dengan dokter THT. Beliau mengatakan bahwa sinusitis bisa diakibatkan dari suatu infeksi ataupun reaksi alergi. Dijelaskan bahwa pemicu dari masalah yang saya alami adalah alergi. Ada beberapa penyebab dari alergi itu sendiri. Alergi bisa dipicu oleh makanan, udara ataupun polutan.
Memang sejak lama saya mengalami ganguan alergi pada makanan. Dari hasil skin test alergi yang pernah saya lakukan di klinik alergi waktu itu, hasil menunjukkan bahwa saya alergi terhadap serbuk bunga rumput, debu, wortel,nanas, kopi, coklat, telur, daging boiller, susu, kacang dan sekian makanan lainnya.

Menurut saya saat itu,tidak mungkin jika harus menghindari sekian makanan yang menjadi konsumsi keseharian itu. Maka babat habis saja dan persetan dengan hasil test, pikir saya saat itu. Memang untuk beberapa makanan seperti nanas , saya hingga kini masih menghindarinya, karena reaksi akibat akan nanas tersebut langsung muncul seperti sariawan di mulut dan radang tenggorok.

Informasi yang saya dapatkan juga, bahwa pembakaran bensin yang tidak sempurna oleh kendaraan bermotor telah meninggalkan residu yang terpapar di udara jalanan. Residu tersebut mengambang dan terhirup oleh saluran pernafasan yang tidak terlindungi oleh masker. Kejadian yang berlangsung terus menerus tersebut menyebabkan menempelnya sebagian residu pada bagian paranasal yang kemudian memicu timbulnya sinusitis.
Mungkin secara teori bisa dipahami bagaimana kondisi polusi udara dijalan yang setiap harinya macet dengan kepulan asap knalpot yang langsung menyerang rongga hidung ini, apalagi saya adalah pengguna sepeda motor yang aktivitasnya cukup tinggi di jalan.

Kerugian akibat sinusitis tadi , membuat saya harus terbaring di rumah sakit beberapa hari lamanya. Bermacam macam obat juga harus saya konsumsi selama perawatan. Tindakan operasi juga bukan resiko yang sederhana dengan segala konsekuensinya. Seluruh aktivitas , menjadi terganggu, mulai dari layanan VCT , kegitan kegiatan di rumah sakit ataupun nongkrong hanya untuk sekedar "ngangsu kaweruh".


Belum lagi dengan biaya yang harus di keluarkan. Walaupun sekarang saya diuntungkan dengan jaminan kesehatan, akan tetapi tidaklah semua tunjangan tersebut didapatkan utuh sesuai dengan haknya, sehingga sisa pembayaran cash pun harus ditanggung sendiri.

Sekian informasi mungkin saja bisa dipelajari untuk diketahui. Akan tetapi pada kenyataannya pengetahuan tersebut belum tentu mendorong untuk melakukan pencegahan atas resiko yang bakal dihadapi. Perlu adanya pemahaman bukan sekedar pengetahuan, karena hal inilah yang bisa membuat perubahan pada diri sendiri agar terhindar dari sekian resiko yang telah di ceritakan tadi. Urusan kesehatan ternyata tidak hanya berdiri sendiri sebagai suatu masalah. Akan tetapi merupakan keterkaitan satu dengan yang lain. Masalah lingkungan, masalah sosial, masalah ekonomi dan budaya menjadi masalah kompleks terkait dengan masalah kesehatan.


Peran serta individu merupakan konstribusi awal dari perubahan kolektif . Untuk itu berikan semua sumberdaya dan kemampuan bersama untuk mengatasi masalah masalah tadi bermula dari diri, lingkungan dan keluarga sendiri. Sekecil apapun peran serta tersebut, pastilah akan berdampak pada lingkungan sosial kita bersama. Lakukan mulai sekarang sebelum semuanya terlambat.

Mencegah lebih murah, lebih mudah dan lebih baik daripada mengobati


Selasa, Maret 10, 2009

Tariyah @ International women days

Bertepatan dengan peringatan hari perempuan internasional yang jatuh pada tanggal 08 maret berbagai acara di lakukan, ada aksi turun jalan dari jl.mangkubumi hingga mallioboro, seminar yang diadakan di JEC di sore harinya. Begitu meriah dengan melibatkan banyak stake holder dan keberagaman isu didalamnya.

Ada peristiwa lain yang mewarnai hari perempuan ini. Saya mendapat telepon dari kakak saya yang sedang mengantarkan pasien perempuan dari kendal menuju ke Jogja. Kakak saya menanyakan rumah sakit mana yang bisa merawat kasus pasien yang dibawanya. saya memberikan beberapa altenatif dan kemudian RSUP.Dr.sardjito yang menjadi pilihannya.

saat di rumah sakit tersebut, kembali kakak saya menelpon. " pasien ditolak", katanya. Kenapa? tanya saya, kemudian kakak saya menjelaskan...

Pasien ini adalah Tariyah gadis uia 30 tahun, dia menderita gangguan kejiwaan. Jiwanya terguncang saat dia berusia enambelas tahun. Saat ini pasien merintih kesakitan karena ada sesuatu didalam perut bagian bawahnya. Ternyata pasien ini telah dirawat di RS PKU Kendal selama seminggu.Dari hasil foto rogtennya terlihat ada beberapa benda tak dikenal didalam rongga genitalnya. Entah kenapa selama seminggu itu tindakan tidak segera dilakukan oleh rumah sakit PKU.

Telah lebih dari tiga juta rupiah telah dibayarkan untuk membayar perawatan di rumah sakit tersebut. Sementara pasien terus menjerit kesakitan dan keluarga hanya bisa menunggu 24 jam tanpa tahu harus berbuat apa. Menurut orang tua gadis,hal tadi membuat mereka memutuskan untuk memindahkan perawatan anak gadisnya ke Jogja.

Orang tua gadis ini adalah teman kakak saya, karena mereka bertetanggaan. Kehidupan hariannya ditopang dari hasil bertani. Mereka tidak sempat menikmati pendidikan di bangku sekolah. Empat orang anaknya dibesarkan dengan hasil pertanian tersebut. anak pertama adalah perempuan yang mengurusi yang menunggui adiknya yang sakit tadi.Dua orang adik yang lain adalah laki laki. Mereka semua tidak mengenyam dunia sekolah seperti teman teman lainnya.

Saya memutuskan untuk segera membawa pasien yang ditolak tadi ke RS.Bethesda. Di ruang gawat darurat rumah sakit ini, tindakan emergency di lakukan oleh dr.Harry Sp.B dan dr Nanik. Mereka tercengang setelah mengetahui bahwa benda di dalam genital gadis ini adalah tutup tabung Baygon Spray dan tiga buah batu kali yang ukurannya sekepal genggaman orang dewasa.

Tindakan sulit untuk mengangkat benda tersebut disaksikan oleh kakak perempuan dan si ibu gadis itu.Betapa shocknya mereka melihat jeritan anak gadisnya menahan rasa sakit atas tindakan diruang UGD yang dilakukan petugas medis tersebut, walaupun semua telah dilakukan sesuai dengan standart tindakan.

Orang tua gadis ini terkulai lemas, tak kuasa menahan pilu atas peristiwa yang menimpa anak gadisnya. Mereka hanya bisa pasrah, sementara sayahanya bisa berusaha untuk mendampingi dan memotivasi agar beban mereka bisa agak terkurangi..

Tanggal 9 maret tepat jam 12.00 siang,Tariyah menjalani operasi untuk membenahi kebocoran usus besar dan rongga vaginanya. Bahkan dokter Hary mengatakan bahwa sementara waktu gadis ini dibuatkan anus buatan di perut kirinya.
Bahkan dokter tidak bisa memberikan jaminan bahwa kondisinya akan bisa dikembalikan seperti semula, karena kondisi yang parah. Tariyah hingga kini masih menjalani perawatan dirumah sakit Bethesda, Yogyakarta.

Melihat realita semacam ini, Kebanyakan masyarakat mengatakan " kog bisa ya, dia memasukkan barang barang itu ke dalam vaginannya, mungkin karena ketidak warasannya." Hal itu seringkali dipahami masyarakat bila terjadi pada orang yang sering disebut sebut, gila ,sinting dan tidak waras. Jarang sekali masyarakat kita menggunakan kewarasannya untuk tidak menyalahkan korban dalam kasus kasus seperti ini.

Orang tua tariyah menceritakan pada saya, bahwa gadis ini pernah pergi dari rumah selama empat hari dengan kondisi ganguan kejiwaannya. Kejadian itu kira kira tiga tahun yang lalu. Gadis ini menghilang di tengah hutan di kawasan sukorejo, dimana disana banyak Orang orang tak dikenal. selang kemudian gadis ini di temukan oleh dua orang adiknya jauh dari desanya dengan kondisi yang tidak karuan. Bukan hal yang tidak mungkin Tariyah mendapat perlakuan pelecehan seksual dari entah siapa orang tak dikenal itu.

dr.Harry sendiri mengatakan," sebaiknya anak anak gadis dengan gangguan kejiwaan seperti ini diberikan kontrasepsi agar tidak terjadi kehamilan jika terjadi sesuatu yang kita tidak ketahui dan tidak diinginkan, ini untuk berjaga jaga."
Hal ini mengindikasikan bahwa sebenarnya secara klinis, dokter telah mengisyaratkan adanya pelecehan tersebut.
Bagaimana mungkin tiga buah batu dan tutup botol bagyon spray yang ukurannya besar dimasukkan dalam vagina, kalau bukan orang lain yang melakukannya. Bagaimanapun kondisi seseorang tentunya mempunyai rasa sakit yang akan menghentikan tindakan itu jika dilakukannya sendiri, sangat dimungkinkan kalau tindakan tersebut
dilakukan oleh orang lain dan dengan kekerasan dan pemaksaan.
Tariyah adalah korban...

Layanan kesehatan kita ternyata juga tidak berpihak pada orang orang seperti Tariyah dan keluarganya. Pelayanan di berikan bukan atas dasar pemenuhan hak dasar atas kesehatan. Akan tetapi dominasi dunia bisnis yang berbicara. Status sosial telah dinilai dari penampilan seseorang. Gaya perlente, kulit bersih yang bersih masih dijadikan ukuran dalam memberikan kualitas layanan. Bagaimana dengan nasib orang orang yang mengalami keadaan demikian?

Kemampuan petugas kesehatan yang minim dan superioritas telah mengabaikan kondisi Tariyah. Dengan lamanya dan keterlambatan tindakan telah mengancam jiwa gadis ini. Bilamana Bidan yang telah juga sebelumnya hanya memberikan obat yang sama dalam waktu yang lama dengan mengatakan bahwa itu hanya keputihan biasa maka sebenarnya telah terjadi malpraktek dimana gadis ini tidak pernah mendapatkan perlindungan hukum.

Tehnologi kedokteran di bidang pengobatan pada gangguan kejiwaan belum sepenuhnya diketahui oleh masyarakat luas. Dunia klenik ataupun jampi jampi "orang pinter " masih kuat dipercaya sebagai pengobatan yang paling ampuh untuk kasus kasus seperti ini. Keluarga Tariyah telah banyak mengeluarkan biaya untuk mengobati dan mendapat kesembuhan dari kepercayaan ini. Terbukti pula bahwa kasus "Ponari" yang sempat mewarnai dunia media kita. Sementara ini pemerintah seakan tidak peduli dengan keadaan tersebut.

Masih banyak kasus kasus Tarsiyah lainnya yang keadaannya tidak pernah terpedulikan oleh Negara. Seperti cerita cerita lapangan yang menyebutkan nasib perempuan perempuan ini dilecehkan secara seksual, seperti dimandikan dan kemudia diperkosa ramai ramai dalam perilaku " tatasan". Belum lagi bentuk kekerasan lainnya seperti dilempar batu, diejek dan di usir dari kehidupan bermasyarakat. Mereka bahkan rentan terhadap segala macam penyakit termasuk HIV/AIDS, dan kehamilan yang tidak diinginkan. Layanan kesehatan dan lembaga sosial belum pula memberikan mereka ruang dan martabat sehingga mereka dilayakkan sama dengan masyarakat lainnya. Negara seakan menutup mata pada fenomena semacam ini.

Hari perempuan Internasional masih menjadi peringatan seremonial semata, manakala kasus kasus Tariyah dan perempuan lainnya hanya terlewatkan dan menjadi bagian cerita belaka. Dongeng tentang kisah yang mengenaskan. Tatkala nasib manusia seperti Tariyah dianggap sebagai binatang yang menjijikkan. Perempuan yang ada masih dipilah pilah pada tatanan perempuan dunia normatif.

Kini dunia sudah lebih maju, sudah saatnya untuk membuka pikiran dan wawasan dari fenomena yang ada disekitar kita. Berikan suara dan uluran tangan bersama untuk memperjuangkan martabat mereka yang telah lama terabaikan.

tiada kata terlambat untuk mengulurkan tangan pertolongan pada saudara saudara kita ini...





Jumat, Maret 06, 2009

ARV antara harapan dan perjuangan

Indonesia adalah salah satu negara yang mendapatkan dukungan dana dari GF - ATM ( Global Fund for fight Aids Tb and malaria ) untuk penanggulangan HIV/AIDS. Tercatat angka kasus HIV Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya, bahkan epidemi ini disebutkan sebagai yang tercepat di Asia.

Dana bantuan $130 juta, bukanlah dana yang besar jika dibandingkan dengan persoalan hiv negara ini, apalagi jika dilakukan perhitungan anggaran bagi 12 propinsi yang dianggap angka prevalensinya paling tinggi. Padahal program tersebut masih dan hanya di fokuskan pada kelompok high risk pekerja seks, pengguna napza suntik, waria, anak jalanan dan gay.


Bagaimana dana bantuan ini akan bisa menjawab semua kebutuhan penanggulangan epidemi? Bantuan GF ATM adalah dana stimulus untuk penanggulangan epidemi bagi negara penerima. Pada perjalanan waktu nantinya bantuan tersebut akan semakin berkurang dan diganti dengan anggaran negara dengan porsi yang lebih besar.

Hingga kini dominasi anggaran masih dibebankan ke lembaga donor GF ini. Negara dengan dana APBN hanya memberikan porsi yang sangat kecil, kira kira hanya20% dari seluruh dana penanggulangan epidemi hiv. . Jika di hitung hitung bahwa estimasi HIV di Indonesia sudah mencapai 210.000 orang dengan kebutuhan ARV( obat HIV ), maka negara ini harus menyediakan dana kira kira Rp. 300 milyard perbulan untuk pengadaan ARV saja, bila dihitung harga obat perbulan adalah satu setengah juta per orang, lalu bagaimana dengan kebutuhan lainnya?


Problem itu semakin bertambah berat manakala, pada bulan November tahun lalu, bantuan GF ini dialihkan oleh donor ke negara Afrika, secara tiba tiba. APBN yang belum siap dengan peralihan tersebut, menyebabkan ketersediaan ARV Indonesia waktu itu guncang. Hampir di semua propinsi mengatakan ARV langka. Hal tersebut membuat odha ( orang denga hiv/aids ) gelisah. Kegelisahan tersebut dikarenakan mereka tahu bahwa obat ini tidak boleh sekalipun berhenti dalam konsumsi karena bisa berakibat resistensi, dan membahayakan dirinya dengan virus yang semakin berkembang dalam tubuhnya.

Tragedi diatas menjadi headline news bagi para penggiat hiv/aids. Kepedulian akan masalah ini menjadi perbincangan ditingkat nasional melalui KPAN ( komisi penanggulang AIDS Nasional ). Rakernas Surabaya yang dipimpin Menteri kesehatan akhirnya mendapatkan jawaban atas problem tersebut dengan menggunakan dana kesra yang waktu itu sifatnya sangatlah sementara. Dana talangan hanya akan bertahan hingga bulan maret 2009, guna mencukupi pengadaan obat ARV nasional .

Kini bulan Maret telah berjalan. Belum ada keterangan resmi dari pejabat di KPAN yang menyatakan bahwa ARV nasional akan aman dalam hal ketersediaan. Belum ada jaminan negara dalam alokasi dana APBN untuk penyediaan ARV. Serangkaian postingan di milis akhirnya memunculkan dr.Dyah mustikawati ( dmustika_2007@yahoo.co.id ) salah satu pejabat di KPAN yang mengungkapkan bahwa sedang ada proses pengadaan ARV melalui UNICEF dalam alokasi dan GF ATM yang saat ini sempat tertunda. Pertengahan Maret ini akan datang batch pertama ( Aluvia dan Didanosin ) dan batch kedua akan datang di bulan Mei mendatang, semua surat surat terkait tersebut sedang dipersiapkan.

Berpegang pada SK menkes 1190/2004 tentang penyediaan obat gratis, maka pemerintah pusat sedang mengupayakan dan mengamankan ketersediaan ARV dengan bantuan mitra dari UNICEF dan Clinton foundation, begitulah tulis beliau.

Betapa ironisnya negeri ini, disaat epidemi hiv semakin meluas. Bagaimana ancaman besar akan bahaya resistensi virus terhadap obat, bagi negara dengan jumlah penduduk yang terbesar kelima didunia ini hanya digantungkan pada bantuan lembaga donor asing? Memang masalah ini telah mengundang perhatian dunia untuk ikut serta dalam upaya stop epidemi, akan tetapi negara tetap mempunyai tanggung jawab yang besar bukan kemudian menggesernya dengan menggantungkan penyelesaian seluruh masalah hiv pada lembaga donor asing . Apakah masalah dibulan November tahun lalu belum memberikan pelajaran bagi bangsa ini untuk berpikir bahwa epidemi ini adalah masalah yang menjadi tanggung jawab negara?

Informasi yang masih terbatas pada penggiat hiv/aids membuat respon ini hanya dilakukan oleh orang orang yang berkecimpung didalamnya saja, hal ini justru membuat keterpisahan yang membuat program yang dijalankan menjadi tidak efektif, karena setiap elemen masih berkutat pada kepentingannya sendiri sendiri.

Adalah tugas kita bersama untuk berperan aktif didalam upaya penangulangan epidemi ini. Peran aktif inilah yang nanti akan mendorong negara untuk merespon tantangan epidemi dengan segala keterkaitan masalah yang melingkupinya.

Sabtu, Februari 28, 2009

Kabut Situ Patenggang

Sejenak melepas lelah setelah seharian berkutat dengan masalah HIV. Menikmati suasana alam kabupaten Bandung mungkin terasa menyenangkan.Kebetulan pak Edi sutrisna berbaik hati untuk meminjamkan mobilnya. Bersama dengan beberapa teman staff KPA kabupaten Bandung , kami berjalan jalan.

Kabupaten Bandung, adalah salah satu kabupaten di Jawa barat yang mempunyai potensi wisata yang luar biasa. Mulai dari waduk siguling, kawah putih, danau situ patenggang, situ cileunca, dan wisata agro wisata seperti perkebunan teh maupun strawberry.

Karena waktu kami tidaklah longgar, maka Situ patenggang menjadi tujuan utama tour ini.
Menyusuri jalan ke arah selatan kota Soreang, kami temui pemandangan alam yang indah.
Suasana pengunungan dengan pertanian dan teras siring memadukan keelokan hijau daun dan tata tanam yang menakjubkan.

Sesampai di kecamatan Ciwidey, banyak sekali perkebunan strawbery yang terhampar di kanan kiri jalan. Banyak sekali papan iklan menawarkan hasil perkebunan tersebut, bahkan diantaranya menyajikan wisata petik buah ditempat. Tak henti hentinya guide kami " Kang Wawan" berceloteh semua potensi wisata di daerahnya. Kang Wawan adalah salah satu staff KPA kabupaten Bandung. Gayanya yang nyantai abis, membuat perjalanan kami terasa sangat menyenangkan. Bahkan gelegar tawa seakan menyatukan perbedaan suku, budaya yang berbeda.

Sesekali mobil berhenti di perkebunan teh yang kami lewati. Sejumlah gambar sebagai kenangan diabadikan dengan beberapa jepretan dari kamera yang telah disiapkan.
Tak henti hentinya pemandangan itu memukau kami. Ternyata tinggalan kolonial Belanda masih menyisakan keindahan, bukan hanya gedung tua saja akan tetapi haparan tanaman teh yang subur. Seakan ini tak adil bagi para leluhur. Dulu keindahan ini mereka yang ciptakan, namun tak banyak orang mengerti dan menghargai bahwa keringat dan penderitaan pendahulu bangsa menjadi tumbal pada hamparan teh yng kami lewati sekarang. Perjalanan kami teruskan..

Sebuah danau yang cukup luas, dengan pulau yang tampak di tengahnya, Situ Patenggang.
Berdecak menahan kagum. sebuah danau diatas pegunungan dengan hawa dingin ada di hadapan kami. Sejumlah warung dan toko buah tampak berjejer di pintu masuk lokasi wisata.

Saat kami turun dari mobil, sejumlah pedagang Strawberry bergegas menghampiri rombongan. Salah seorang teman kami langsung memborong buah mungil, merah dan rasnya asam manis tersebut. Katanya murah, beda jauh dengan harga di Jogja , satu kotak besar strawberry hanya seharga 5000 rupiah. Pantaslah temanku menyambar diskon dan langsung memborongnya.

Sejumlah warung kecil juga menjajakan minuman dan makanan. Bandrek, minuman khas daerah bandung, sangatlah cocok diminum sebagi penghangat badan di cuaca dingin seperti tempat wisata situ patenggang. Harganya, hanya 3000 perak saja untuk ukuran gelas kecil dan kita bisa langsung meneguknya. Wuah enak sekali rasanya seperti ada rasa rempah dan aroma khas dan hangatnya langsung bisa terasa di tubuh.

Tukang perahu juga sudah siap mengantarkan kami untuk berkeliling danau. Akan tetapi karena cuaca sudah berkabut, dan hari mulai tampak gelap, akhirnya kami memutuskan untuk mengurungkan niatan berperahu tersebut.

Terheran aku dengan sosok Kang Wawan ini, selain penuh rasa humor, rupanya satff KPA ini sangat terkenal. dari sejak kami berangkat hingga Lokasi situ patenggang banyak sekali orang bertegur sapa dengannya. dari percakapan mereka, tampak sekali kedekatan diantaranya. Mulai dari sopir angkot, tukang parkir, pedagang buah, tukang perahu, anak anak motor, sampai pejabat pemda. Dan tidak tanggung tanggung, hal ditunjukkan dari kota Soreang hingga Situ pategang yang jaraknya jauh sekali.
Kenapa tidak mencalon caleg aja Kang ?

Cuaca sudah gelap, kabut mulai turun. Jarak pandang mobil hanya beberpa meter saja karena tebalnya kabut. Bertepatan dengan suara Adzan Magrib kami berhenti sejenak untuk melaksanakan ibadah bagi teman teman Moeslem. Sesampai di Ciwidey, rombongan mampir ke LSM remaja PKIRR. Semacam LSM remaja yang bergerak di isu kesehatan reproduksi. Semua anggotanya kebanyakan anak sekolah. KIE ( komunikasi informasi dan Edukasi ) aktivitasnya. Kebetulan kakang Wawan yang membinanya.

Setelah beberapa waktu kami berdiskusi, pesanan bakso segede kepala bayi disuguhkan. Wah gimana rasanya nich? Kebetulan di depan PIKRR ada warung bakso tempel yang menjual bakso dengan ukuran segede kepala orang. Isinya ternyata ada ati sapi dengan daging cincang. Baru makan satu saja di jamin teler, gaimana tidak neg kalo ukurannya diluar kewajaran. kalo soal harga, murah kog.. apalagi saat itu gratis, jadi murah banget.

Selama perjalanan banyak catatan menarik tentang kabupaten Bandung trans situ patenggang. Bahwa perilaku beresiko adalah fenomena sosial yang faktual dibalik potensi alam dengan daya tarik wisatanya. Ada potensi eidemi yang mengancam. Disaat informasi seksualitas masih ditabukan, cara pandang belum di bongkar dan stigma kuat masih mengekang.


Sebuah respon sangat dibutuhkan untuk upaya upaya pencegahan maupun penanggulannya. Kabupaten Bandung yang berslogan " Kota Beragama" akan menina bobokkan masyarakatnya terhadap epidemi HIV jika, semua stigma yang menempel pada penyakit satu ini tidak segera direduksi tau bahkan akan berakibat pada meluasnya epidemi dan mengancam seluruh fasilitas, tatanan kehidupan dan masyarakat.

Sekarang waktunya berbuat, dan lakukan perubahan.
Situ patenggang peace luv and u

Jumat, Februari 27, 2009

Jejak kaki di kota Soreang

Selepas dinas malam di RS, ternyata waktu belum berpihak padaku untuk, segera tidur.
Waktu kini jam 11.00 siang, sekelompok anak anak play group begitu ceria bersama orang tua dan guru mereka bertandang ke rumah salah seorang temannya yang sedang merayakan hari ulang tahunnya. Tampak keceriaan itu dengan sejumlah anak yang lari kesana kemari mengejar angsa yang lalu lalang dirumah si teman yang ulang tahun.

Udara yang teduh , ditengah hawa pedesaan membuat diriku kembali menulis.
Teringat minggu lalu saat perjalanan membawaku ke kota soreang, ibu kota kabupaten Bandung, Jawa barat. Jika dibandingkan kota tersebut, kesejukan disini tidaklah seberapa, akan tetapi suana desa yang tenang seakan mengembalikan memoriku akan kota soreang dan sekitarnya.

Kota yang tenang, dengan tata wilayah yang rapi, jauh jika dibandingkan dengan kota Bogor. saat itu aku tinggal di sebuah hotel kecil yang bernama " Antik ". Antik sesuai dengan keadaanya, serba sederhana bahkan lebih tepat jika disebut losmen daripada hotel. Fasilitas yang terbatas, dengan bed dan kamar mandi yang jauh dari kata bagus layaknya sebuah hotel. Walaupun begitu menurut keterangan orang setempat, hotel Antik ini merupakan satu satunya penginapan di kota soreang, yang berdekatan dengan kompleks Pemda.
Saat kami menginap disitu, ada serombongan pemain bola yang kebetulan juga menginap di Hotel, Persib kata orang. Klub bola kebanggaan masyarakat Jawa Barat. Maklumlah hari itu mereka akan bertanding di Stadion yang tidak jauh dari penginapan tersebut.

Pagi pagi kami sudah sampai ke lokasi tempat pelatihan merespons tantangan epidemi HIV/AIDS dalam konteks HAM yang berperspektif gender. Tempat tersebut ada di gedung sekda.. tepatnya, balai Kandaga di lantai III. Sebuah ruang sidang yang luar biasa luas,
biasanya di gunakan untuk meeting besar, mungkin kapasitasnya bisa menampung dua ratus orang, pokoknya sangat lega. Sejumlah panitia dan staff KPA juga sudah hadir dan siap ditempat tersebut.

Acara pertama kali di buka dengan sambutan, baik dari penyelenggara maupun dari KPA. Drs. Edi Santoso selaku sekertaris KPA memberi sambutan dan sekaligus membuka acara.
Trainningpun dimulai. Sama halnya dengan kota bogor, bahwa penyelengggaran di lakukan dalam dua hari. Hari pertama untuk para pengambil kebijakan dan hari kedua oleh para praktisi. Metode yang dipakai juga sama. Disebut pendidikan orang dewasa karena semua sumber materi dan diskusi, berawal dari pengalaman peserta sendiri. Sepertinya hal ini baru buat para peserta, mereka terlalu terbiasa dengan model trainning yang " one way ". Karena hal baru inilah, menurut peserta menjadi menarik.


Catatan demi catatan terungkap disini. Problem HIV AIDS masih dipandang milik pelacur, maupun waria dan IDU. Sebagian peserta masih menganggap bahwa masalah tersebut sangat jauh dari kehidupan mereka. Kata " Baik baik " tetap saja mewarnai proses proses diskusi, menunjukakan stigma yang begitu kuat pada penyakit satu ini. Anggapan negara moslem melandasi pemikiran bahwa penyakit ini lahir dan berkembang karena moralitas bangsa yang kian rusak dan menurun. Sex bebas dengan menitik beratkan perempuan
yang bekerja sebagai pekerja sex atau sering di sebut dengan kata pelacur. Poligami juga didasarkan pada sunah Nabi, dengan pemahaman tafsir tertentu yang kemudian menyalahkan perempuan dari ketidak mampuannya dalam melayani suami dan masalah masalah keturunanan.

Isue ketimpangan gender masih baru, terkadang resistensi muncul karena menurut mereka hal ini adalah warisan barat yang mencoba melunturkan budaya ketimuran yang telah diagungkan selama ini. Sejumlah informasi HIV/AIDS dengan kemajuan tehnologinya masih menjadi misteri buat sebagian peserta. Kata "tidak bisa di sembuhkan" masih kuat menjadi pemahaman kebanyak peserta yang hadir. Fungsi atau bahkan posisi KPA juga masih menjadi masalah, saat terbukti dari pengakuan peserta sebagian besar tidak mengenal KPA ( komisi penanggulangan AIDS ). Bahkan seorang pejabat bertanya," KPA...Komisi penanggulangan AIR? Indikator profil KPA yang belum membumi di Kabupaten Bandung.

Sosialisasi menjadi program unggulan yang di kedepankan oleh sejumlah instansi. LSM yang diharapkan bersuara kritis, juga belum nampak sebagai lembaga independen yang mengawal kerja negara.

Diskusi berjalan dengan santai, walau begitu tampak keseriusan para peserta mengerjakan tugas tugas yang di berikan fasilitator. Bersama dengan kelompok masing masing, presentasi peserta sungguh luar biasa. Semangat untuk menyadari perlunya perubahan tergurat dalam penyampaian pendapat mereka.


Angka dan data yang baru mereka pahami di pelatihan tersebut merubah cara pandang yang mereka akui selama ini sempit. Resiko dan dampak hingga potensi epidemi yang bisa semakin luas mengancam kabupaten menjadi persoalan yang serius untuk di tanggapi.

Komitmen mereka untuk saling berkoordinasi dengan Lembaga setempat yaitu KPA mulai tampak menggeliat dengan adanya dorongan dari pelatihan merespon tantangan epidemi
HIV?AIDS dalam konteks HAM yang berperspektif gender. Tinggal bagaimana KPA dan jajarannya menyambut positif geliatan ini, sebagai langkah awal membangun sinergitas gerakan bersama lintas sektor dengan memberdayakan semua stake holder setempat.

Mudah mudahan Kabupaten Bandung segera memulai langkah yang lebih efektif dalam merespons tantangan epidemi HIV dengan menggunakan
kacamata gender dan HAM.