Subscribe

Powered By

Free XML Skins for Blogger

Powered by Blogger

Minggu, Oktober 04, 2009

Padang kenangan sejarah yang kembali terulang

Gempa Padang, Jambi dan Bengkulu , membuat saya kembali pada kejadian bencana yang dialami oleh Daerah istimewa Yogyakarta 3 tahun yang lalu. Kekuatan 7,6 scala richter tersebut lebih dasyat dari apa yang terjadi di kota saya, 5,9 scala richter. Walaupun demikian kerusakan yang ditimbulkan saat itu luar biasa parahnya, bahkan lebih dari 5000 orang meninggal dunia.

Kenangan itu, sangatlah membekas dalam ingatan saya. Pukul enam pagi disaat saya baru saja terbangun dari tidur, dikejutkan dengan bunyi gemuruh bagaikan suara hujan deras yang kemudian diikuti goyangan tanah dimana rumah terasa bergoyang hebat. Dengan cepat ku ambil langkah segera keluar dari rumah yang terdengar berdenyet , kretak kretek.Mencoba meraih pintu yang masih terkunci untuk segera dibuka supaya ku bisa keluar dari rumah yang saya kuatirkan bakal rubuh tersebut. " Gempaaaaaaa, KELUARRRRRRRRRR, Semua KELUARRRR, GemPaaaa....." teriakku sambil berlari keluar...
Semua orang, termasuk tetangga sudah juga berlari keluar rumahnya. Terlihat rumahku yang masih bergoyang, memang terasa agak lama goyangan itu. Kaki saya masih merasakan tanah yang bergoyang membuat kepalaku terasa sedikit pusing seperti orang yang mabok.

Selang beberapa waktu, gempa berlalu. Bersyukur dalam hati saya, melihat semua orang selamat. Bahkan rumah tua yang saya tempatipun tak mengalami kerusakan yang berarti.
Pandanganku segera beralih ke arah utara rumah, disana ada hamparan sawah luas sehingga sangat mudah bagi saya untuk melihat kokohnya gunung merapi kebanggan Jogja. Terlihat asap tebal mengepul dari puncaknya. Segera ku berpikir," oh gunung Merapi meletus, to "
Radio dan televisi segera menyiarkan gempa yang barusan terjadi. Ternyata mereka menyebutkan bahwa gempa tadi adalah gempa tektonik yang berpusat di selatan kota jogja, jadi bukan karena merapi meletus.....

Seperti biasa saya bergegas menuju Rumah sakit, tempat kerjaku. Karena gempa tadi tak membuat masalah dilingkungan atau bahkan rumah tuaku, sehingga saya bisa berlenggang pergi tanpa kekuatiran yang berlebihan. Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, mata saya tak hentinya memandang kiri dan kanan jalan. Mencoba mengamati dampak gempa yang barusan terjadi. Tak ada kerusakan yang berarti hanya beberapa genteng yang merosot atau kaca kaca yang pecah di beberapa estalase, selebihnya aman. Jalan begitu sepi, kosong tak sepadat biasanya pada jam jam seperti itu.

Sesampai dirumah sakit, saya parkir ditempat biasanya. Beberapa karyawan lain, terlihat sedang membicarakan gempa yang barusan terjadi pagi tadi. Dengan tak banyak basa basi segera saya menuju ruang kerja. Sama karyawan sedang membicarakan topik gempa. Tak lama waktu berselang , puluhan pasien datang pada waktu yang bersamaan. Terjadi kepanikan yang luar biasa. Dalam waktu yang tak lama ratusan pasien telah tergetak di UGD yang biasanya hanya menampung sekitar 15 - 20 pasien saja. Mereka adalah korban gempa di Kab,Bantul. Kini jumlah pasien yang masuk hampir mencapai seribu orang.....

Semua berteriak minta tolong, banyak dari mereka minta didahulukan, semakin padat, semakin banyak. bahkan lorong lorong jalan di dalam rumah sakit penuh dengan korban gempa tadi.
Pusing, prihatin dan sedih jadi satu. saya tak tahu, bingung mana yang akan ditolong, semua harus ditolong. Kedaaan saat itu begitu kacau, tak ada tempat lagi. Ratusan orang bergeletakan didalam maupun diluar rumah sakit. Halaman parkirpun menjadi tempat korban korban dengan bergeletakan di jalan.

Petugas rumah sakit yang terbatas itu harus melakukan pekerjaan yang sudah diluar batas kemampuannya, akan tetapi korban tetap harus mendapatkan pertolongan saat itu.
Berjalan dilorong dengan melompati para korban. Infus yang bergelantungan tak beraturan. Oabat obatan yang semrawut juga harus keluar dari apotik. beratus ratus botol di sebarkan di berbagai lorong dan halaman parkir. menjahit luka bagaikan menjahit baju robek saja. Ruang radiologi terjadi antrean panjang dari pasien. Tak elak lagi mesin foto rongent itu cepat sekali panas, hingga gambarnyapun tak begitu baik, akan tetapi memang harus berjalan, demi memberikan pertolongan...

Saiang semakin panas, kini ribuan orang bergeletakan. Tidak ada air minum buat korban, apalagi makan. Banyak orang yang tak membawa identitas semakin membuat sulit para pekerja rekam medis yang sedang membuat catatan medis pasien...
selang beberapa waktu, beberpa orang luar menawarkan bantuan sebagai relawan.
Beruntunglah mereka membantu mengangkat, memeindahkan bahkan mendorong bed ke radiologi maupun kamar operasi. Tak tanggung tanggung ratusan orang harus menjalani operasi tulang. Jenazah jenazah yang bergeletakan berbaur dengan pasien lain, segera dipindahkan ke kamar jenazah di belakan rumah sakit. Dan saya sendiri , tak hentinya berkeliling membantu korban yang harus segera mendapatkan pertolongan.

sore hari itu posko bantuan segera dibuka. siaan radio yang terus menerus menyiarkan berita bencana membuat sebagian orang datang ke rumah sakit dengan membawa bantuan seaadanya, mie instant, berasa, uang, roti, air mineral, baju apapun semua dibawa. Tak mau ketinggalan novotel Hotel yang terletak di depan rumah sakit juga menyubangkan nasi bungkus masakan mereka sendiri. dan hal itu terjadi setiap harinya. Relawan relawan juga tak henti hentinya bekerja dengan waktu. Kelelahan itu tak muncul diraut wajah mereka, hanya semanagt dan menolong yang tampak di depan mata. Tiga hari terus menerus saya bekerja, hampir 24 jam kita semua bekerja, hingga seminggu kemudian...

Kini bencana tadi melanda kota Padang, Jambi dan Bengkulu. Tayangan TV memberikan gambaran yang jelas seperti apa yang tengah terjadi. Sejarah Jogja terulang kembali di Padang. Sebagai orang Jogja yang pernah mengalami hal serupa, tentunya saya bisa merasakan seperti apa yang dialami oleh orang orang Padang saat ini. Air mata saya seringkali tak sadar menetes keluar disaat saya menyaksikan tayangan beberepa stasiun TV yang terus menerus memberitakan bencana di Ranah Minang itu.

Itulah sebabnya pengalaman yang saya alami saya bagikan melalui situs pertemanan sosial "Facebook" untuk sekedar berbagi, dengan apa yang pernah saya alami, saya rasakan, dan saya lakukan." hendaknya kekeurang dimasa yang lalu bisa menjadi tonggak untuk mengantisipasi hal hal yang mungkin saja terjadi disaat merespon keadaan darurat yang diakibatkan oleh bencana Gempa. harapan kita semua , pastilah jangan ada gempa lagi, akan tetapi jika hal tersebut kembali harus terjadi, pengalaman dari rentetan sejarah akan segera bisa memberikan respon yang lebih cepat, lebih baik dengan mengutamakan misi kemanusiaan....

Mengucapkan Duka cita yang sedalam dalamnya bagi keluarga yang ditinggalkan oleh saudara saudara kita yang meninggal , semoga seluruh keluarga di berikan kekuatan dan ketabahan didalm menerimanya. Turut prihatin atas keluarga, sahabat, handai taulan yang menjadi korban dari bencana gempa di awal oktober ini.....semoga diberikan kepulihan dalam waktu yang lebih cepat, sehingga bisa kembali didalam berkarya dan melanjutkan cita cita ke depan...



Tidak ada komentar: