Seorang mahasiswi MMTC datang ke klinik untuk melakukan wawancara tentang
post syndrom abortion. Dengan mengangkat data bahwa perilaku aborsi tidak aman
sangat banyak terjadi pada remaja putri.
Aborsi dalam pandangan masyarakat umum masih menjadi hal dilematis.
Disatu sisi norma dan tata nilai mengatakan tabu dan di haramkan, akan tetapi fenomena yang ada meningkat

Mengapa demikian?
Karena dari kaca mata media hal ini justru menarik dan mempunyai daya jual
yang tinggi lebih tepatnya" sensasional". Akibatnya secara tidak disadari bahwa pemberitaan tersebut telah memberikan stigma serta membuat ketimpangan lain dan menambah beban yang lebih berat pada perempuan.
Bermula dari pertanyaan mengapa aborsi dilakukan?
Kebanyakan masyarakat menjawab,", karena sex bebas, karena perempuan yang gatel dan binal, karena pemahaman KB yang kurang, karena pengaruh film porno,Karena gagal KB, karena eh karena kata Bang haji Roma irama."

Karena cara pandang yang cenderung menyalahkan individu inilah yang menyebabkan permasalahan terkait aborsi ini seakan tidak pernah selesai.
Seringkali kita melalaikan bahwa problem di atas terkait erat dengan sistem yang berlaku dalam negara ini. Minimnya layanan informasi terkait dengan kontrasepsi, dari penyedia yankes yang mampu memberikan konseling dengan optimal. ( rata rata pemberian informasi dilakukan dengan waktu yang sangat terbatas dengan alasan kesibukan dan kepadatan pasien ).
Masih sedikit sekali pilihan kontrasepsi yang diberikan pada laki laki karena konstruksi patriarki, sehingga berimbas pada perempuan sebagai reseptor KB dibudaya masyarakat.
Hal ini berujung pada penyalahan pada diri perempuan ketika terjadi kehamilan yang tidak diinginkan.

Kemiskinan yang tinggi telah memposisikan perempuan dalam ketidak berdayaan, sehingga pendidikan yang tinggi cenderung dimiliki oleh laki laki. Ketimpangan ini juga dipacu budaya patriarki yang kuat dalam sistem sosial kita.

Budaya yang terbangun selama ini, menempatkan kesalahan aborsi pada perempuan, terkait status pernikahan ataupun belum berstatus. Bahkan dengan ukuran ukuran normatif, masyarakat berkuasa melakukan penghakiman atas dasar tatanilai dirinya sendiri. Konstruksi ini telah mempengaruhi keputusan para petugas kesehatan dalam memposisikan kasus kasus kehamilan tidak diinginkan yang terjadi pada remaja putri. Alasan agama dijadikan dasar kuat atas budaya yang berlaku, dimana sebenarnya telah terjadi penafsiran yang kembali ditafsirkan lagi hingga tafsir yang kesekian kali tanpa tersadari memberikan pemahaman yang kurang pas.

terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan sehingga berujung pada tindakan aborsi.
Membongkar kembali cara pandang terhadap negara dengan seluruh sistem pendukungnya tidak saja akan meminimalkan angka kehamilan yang tidak diinginkan, akan tetapi akan meniadakan kasus aborsi itu sendiri.
Peran peran ini akan terbangun dengan baik, salah satunya dengan keterlibatan media yang mempunyai prespektif HAM dan gender, dengan mengedepankan akurasi dan menggunakan prespektif tadi .
Sehingga berita berita sensasional tidak lagi terbangun menjadi komodite yang justru telah memberikan dampak buruk berupa stigmatisasi pada problem ini.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar