Subscribe

Rabu, Februari 03, 2010

Persoalan Perempuan Terinfeksi HIV di Indonesia Belum menjadi Prioritas

Persoalan HIV pada perempuan belum menjadi prioritas perhatian pemerintah. Program KPAN ( Komisi Penanggulangan AIDS Nasional ) tahun 2010 – 2014 dititik beratkan pada dua program besar Penasun (pengguna napza suntik ) dan seksual transmisi ( gay,waria dan pekerja sex ).

Aji, koordinator media dan komunikasi KPAN mengatakan, kampanye pencegahan untuk perempuan dan ibu rumah tangga masih mengunakan media cetak seperti buletin dan leaflet . Baru baru ini KPAN juga telah memproduksi 3 film dokumenter tentang kasus pada perempuan, katanya. Rencananya KPAN akan membangun juga radio komunitas di lima daerah.
Data Direktorat jendral pengendalian penyakit menular dan penyehatan lingkungan ( DITJEN PP&PL) mencatat, hingga September 2009 angka HIV di Indonesia mencapai 18442 kasus , dengan rincian 4701 kasus perempuan dan 13564 kasus pada laki laki, sedangkan 87 kasus tidak diketahui.

Presentase kasus AIDS pada penasun berdasarkan jenis kelamin sampai dengan September 2009, laki laki 91,72 %, perempuan 7,67 %, yang tidak diketahui 0,63%. Dari 7498 kasus pada penasun, terpilah data perempuan 574 kasus dan laki laki 6877 kasus .
Angka rasio 1:3 antara kasus pada perempuan dan laki laki yang ditunjukkan Depkes, tampaknya akan berubah sama atau bahkan bisa lebih tinggi pada perempuan, jika ditarikan benang merah transmissi seksual sebagai faktor resiko antara penasun laki laki pada pasangannya . Tentunya angka kasus pada perempuan juga akan semakin meningkat.
Pemberi tahuan status HIV pada pasangan yang masih menjadi persoalan ditengarai menjadi salah satu pemicu meningkatnya angka pada perempuan , dan hingga kini masih menjadi polemik tersendiri.“ Apakah benar laki laki mau memberitahukan status hiv pada pasangannya ? Jika tidak , bagaimana perempuan menolak para suami yang tidak mau menggunakan kondom saat berhubungan seks?’, kata Dr. Evalina Sp.GKj,Depkes RI pada Swaranusa.net, 21/12

Inang Winarso,( Koordinator program KPAN wilayah Jawa dan Bali ) juga membenarkan peningkatan kasus HIV pada perempuan merupakan akibat penularan dari pasangannya yang positif. “Kerentanan perempuan untuk tertular dari pasangan yang positif lebih tinggi jika dibandingkan dari kebalikannya,” katanya. Merespon penularan yang terjadi pada ibu rumah tangga, menurutnya PICT (provider initiation counselling and testing ) merupakan cara yang paling efektif, sekalipun program ini masih pula diperdebatkan.
Dalam keterangannya, Inang mengatakan, konseling pasangan dalam PICT , tetsnya di inisiasi oleh dokter ataupun konselor . Konseling akan memberdayakan pasangan yang positif dan membantu melakukan beban tanggung jawab yang diberikan untuk memberitahukan status HIVnya pada pasangan.

Wacana tentang Program pemberitahuan status HIV pada pasangan yang bersifat wajib , hingga kini belum ada. Menurutnya, akan lebih baik untuk memberikan tanggung jawab lebih pada klien positif dengan mekanisme waktu yang ditentukan. Jika tindak sanggup maka dokter atau konselor bisa mengambil tanggung jawab itu, tapi masih hal inipun masih dalam bahasan, katanya.

Masih ada kemungkinan pendekatan lain menurutnya, seperti pengembangan model ,pemberitahuan pasangan oleh klien dengan batasan waktu tertentu atas pilihan yang didasari atas kesepakatan bersama antara klien dengan provider. “ Tapi pilihan waktunya jangan terlalu lama,” katanya. Jika waktu yang telah disepakati nantinya telah habis, dan klien juga belum mampu untuk mengatakan status hivnya maka konselor mempunyai hak untuk memberitahukan pada pasangan klien yang positif tersebut.

Akan tetapi , layanan konseling hiv ternyata masih dihadapkan pada fakta tentang kualitas yang dinilai kurang baik oleh sebagian masyarakat.Mufi , Petugas Outrech PKBI DKI, mengatakan dari 17 orang konselor yang tugasnya tersebar 6 lapas dan rutan Di DKI, yang dikenal baik kualitasnya hanyalah 6 konselor saja. Dirinya mengatakan, konselor yang lain kurang disukai ,oleh komunitas . “ tahu hiv ? .....Tahu aids?....udah test “ ucapnya menirukan konselor tersebut. Semua terkesan hanyalah textbook , bahkan informasi yang diberikannyapun tidak terlalu banyak, kata Mufi.

Depresi berat pasca test , sangat berpotensi terjadi sebagai dampak rendahnya kualitas konseling yang diberikan . Sudah dua orang dampingannya yang mengalami depresi tersebut pasca mengetahui status hiv dengan kualitas layanan yang kurang baik, katanya.
Inang winarso memang tidak menampikkan fakta adanya kualitas konseling yang kurang baik di banyak VCT center. Tetapi dirinya memandang , akan butuh waktu lama, juga biaya yang besar untuk membangun konselor yang buruk menjadi baik. Padahal epidemi virus ini perlu segera direspon, Menurutnya akan lebih efekti dan efisien jika metodenya saja yang digeser dari konseling personal menjadi konseling pasangan atau kelompok, dengan mengefektifkan konselor berkualitas baik yang telah ada. Dirinya mencontohkan keberhasilan konseling kelompok di Bandung, dan Makasar ,disana tidak menunjukkan dampak negatif, menjadikanya bukti, untuk menepiskan kekuatiran masyarakat..” Jika satu kampung melakukan test, proses dialog akan terjadi jika istri dan suami saling sama sama melakukan test “ katanya.

Ketimpangan gender dan potensi kekerasan terhadap perempuan ,yang berdampak pada perceraian sepenuhnya disadari Inang. Perempuanpun menjadi korban dan harus pula menanggung beban ganda yang semakin menumpuk pada dirinya.

Perceraian merupakan masalah ikatan hukum, tak bisa dihilangkan karena telah diatur dalam hukum perkawinan, jikalaupun terjadi maka tanggung jawabnya bisa di berikan pada masyarakat dengan membangun semangat gotong royong, katanya.Kalaupun terjadi masalah kekerasan dalam rumah tangga, karena status HIV perempuan maka suami harus dipidanakan, karena merupakan tindakan kriminal, ujarnya.

Inang berpendapat, jika masalah ini tertunda sama saja dengan menyimpan bom atom lama lama, dan perceraian merupakan hak laki laki seperti di atur dalam undang undang. “Dan ini tidak boleh dibiarkan terlalu lama” , katanya. Proses tersebut akan menempatkan perempuan pada pemiskinan yang sesungguhnya.Banyak sekali program, untuk menurunkan angka pemiskinan di Indonesia, katanya. Program Pemberantasan Pemiskinan Perempuan ( PM PM ) merupakan salah satu, misalnya.

Disinilah keterkaitan masalah HIV sebagai fakta medis , dengan masalah HAM khususnya hak sosial Ekonomi dan persoalan gender, kata Inang. Sayangnya sinergitas persoalan belum disadari oleh oleh Donor . Dalam masalah HIV mereka hanya mau mendanai program klinisnya saja, sedangkan di isu pemiskinan hanya berjalan sendiri pada treknya. Hingga kini menurut Inang belum ada lembaga donor yang mau mendanai ketiga isu tersebut secara sinergis.
Menanggapi wacana adanya konspirasi Global yang dilakukan negara donor ,Inang membenarkan . Konferensi Internasional tentang iklim dunia di Kompenhagen, menunjukkan hal tersebut saat tidak mencapai kesepakatan, katanya.

Selama ini Lembaga donor mendikte kita hanya untuk menangani masalah medisnya. Hal ini terjadi disebabkan 70% anggaran penanggulangan aids di negara ini tergantung donor , kata Inang.

Fakta lain, bisa dilihat pada tingginya angka di negara Afrika. Seakan akan epidemi virus ini dibiarkan mengembang. Dengan semakin tingginya kasus Aids maka kebutuhan penggunaan obat obatan yang diproduksi oleh negara maju akan menguntungkan perusahaan Farmasi yang ada di negara maju, kata Inang. Angka kematian yang tinggi menurutnya akan mengurangi jumlah penduduk dan membawa negara afrika pada income perkapita yang meningkat, dengan begitu maka daya beli masyarakatnya untuk mengkonsumsi barang barang import dari negara donor juga meningkat, jelasnya.

Kompleksitas permasalahan HIV merupakan konspirasi global yang menurut Inang sangat sulit untuk terlepas dari jeratan. Cara cara penjeratan yang menggunakan hutang luar negeri dan mengatasnamakan bunga sebagai hibah bersyarat untuk mendikte Negara penerima bantuan, untuk melakukan program program dari negara donor. Guideline yang menjadi standart kerja untuk dilakukan negara miskin , tidak mempunyai perspektif gender didalam implementasinya dan pada akhirnya berdampak pada pengabaian hak hak perempuan.


Tidak ada komentar: