Subscribe

Rabu, Februari 03, 2010

KPI Tuduh Program Tak Tepat Sasaran, Benarkah Demikian ?

Bantuan Dana sosial acapkali menuai masalah. Apalagi jika perencanaan program hanya merupakan gelontoran kebijakan yang sifatnya dari atas ke bawah, tanpa keterlibatan komunitas sebagai sasaran program.Program perekonomian produktif yang diluncurkan Departemen sosial untuk pekerja seks telah berjalan selama 2 bulan. Hibah dana sosial ini menurut rencana , sifatnya hanyalah sementara, dan merupakan pilot project dengan mengambil beberapa kota sebagai sample dari sekian propinsi saja. Kucuran dana masing masing sebesar 10 juta rupiah diberikan pada lima belas pekerja seks yang berada di empat titik sentinel di Jogja secara bertahap. Akan tetapi ternyata program ini sempat menuai protes.

Salah seorang aktivis divisi pekerja seks PKBI DIY mengatakan, program ini sempat membuat kecemburuan pekerja seks perempuan lain yang tidak mendapat bantuan. Bahkan sebagian pekerja seks perempuan di jalan Magelang pernah menggelar demo di kantor PKBI DIY untuk meminta kejelasan penerimaan dana Depsos.

Menurut penjelasan aktivis, diawal proses sosialisasi program telah dilakukan pada para pekerja seks, PKBI tidak menyebutkan berapa besar angka nominal yang akan diberikan. Hal ini dilakukan untuk mengukur keseriusan pekerja seks mengikuti program, apakah benar benar karena komitmen ataukah karena besarnya jumlah uang. “Bahkan ada pekerja seks yang bilang, opo yo tenan? Jangan jangan hanya omongan lagi,” katanya menirukan mbak mbak PS yang pernah dikecewakan janji janji pemerintah.

Proses seleksi penerima bantuan bukan dilakukan PKBI, melainkan oleh pengurus organisasi pekerja seks di masing masing titik sentinel. Perencanaan jenis usaha, pemilihan peserta penerima bantuan, hingga pengelolaan hasil semuanya dibuat oleh komunitas pekerja seks saat berembug didalam organisasinya masing masing. PKBI DIY hanyalah memfasilitasi pelatihan dan membantu di pendampingan managemen keuangan yang dilakukan oleh para community orginizernya (CO ), bahkan buku rekening mereka sendiri yang pegang dan atas nama mereka pula, ujarnya.

PKBI DIY , lembaga yang ditunjuk untuk mengawal program tersebut membuat sebuah pelatihan untuk membantu penerima dana mampu untuk mengolah keuangan yang diberikan, di hotel kayu manis beberapa bulan yang lalu.

Tuduhan tidak tepat sasaran juga sempat dilontarkan oleh koalisi perempuan Indonesia (KPI ) yang mungkin mendengar laporan dari beberapa pekerja seks yang kecewa pada PKBI DIY. Lembaga ini mempertanyakan penerima bantuan yang sebagian besar bukanlah pekerja seks yang masih aktif.

Mukhotib MD , Dirpelda PKBI DIY justru membatahnya dengan menjawab, “ pertanyaan yang salah, tidak tepat sasaran menurut siapa ? kalo mau bertanya tepat tidak tepat sasaran bukan dengan PKBI, tapi bertanyalah pada pengurus organisasi pekerja seks dimasing masing titik itu!” katanya.

Dirinya justru mempertanyakan kembali nalar tentang pekerja seks sebagai perempuan yang dilacurkan pada lembaga KPI. “ Jika nalar pekerja seks merupakan perempuan yang dilacurkan, maka memberikan bantuan pada mantan pekerja seks merupakan hal yang tepat. lho inikan upaya agar mereka tidak kembali lagi menjadi pekerja seks, kalo kita mau berpikir menggelitik dalam konteks perempuan yang dilacurkan seperti bayangan KPI”, ujarnya.

Nining ( bukan nama sbenarnya ), salah satu penerima bantuan ekonomi produktif mengatakan,” memang susah mas, orang orang disini tuch. Dulu saat diajak aktif di organisasi tidak ada yang mau,diajak pelatihan pasti banyak alasan yang akhirnya ndak ikut, tapi saat uang turun semuanya berebut, njur protes.”

Sosialisai terkait dana Depsos ini telah disampaikan, bahkan dengan undangan. Tapi sedikit sekali pekerja seks yang tertarik untuk bergabung. Pengalaman akan kekecewaan dari janji pemerintah yang berulangkali terjadi menjadi penyebab keengganan mereka. Akhirnya berimbas pada program DepSos yang secara serius dikawal PKBI DIY ini, katanya.

“ dulu saya hanya momong mas, kini sedikit sedikit bisa punya penghasilan. Lumayan jual matengan sama sembako, ya kadang ramai kadang sepi.” Ujar Nining tersenyum. Kesulitan yang masih dihadapinya hanyalah masalah pencatatan, karena banyak buku. Tapi karena ada CO PKBI yang terus mendampingi dan membantu kesulitan tersebut bisa teratasi, ujarnya.


Tidak ada komentar: