Subscribe

Minggu, Januari 25, 2009

Berpacu bersama terik dan hujan

Kupacu sepeda motorku keluar dari kota Jogja. Menyusuri jalan dan tikungan, dibawah terik siang yang menyengat. Tak peduli aku dengan kepulan asap kenalpot bus dan truk yang memang sangat menyebalkan. Setibanya di lapangan beran Sleman ku mampir sejenak ke bengkel temanku yang sedang mengerjakan mobilku. Telah hampir 9 bulan ini mobil tersebut belum kelar dengan pengecatannya. Kesal ,jengkel dan kadang marah aku simpan dalam hatiku. Berat menahan kekecewaan akan janji temanku yang mengatakan akan menyelesaikan pekerjaan itu secepatnya. Berulang tanggal dijanjikan, walaupun hingga detik inipun ternyata belum kelar. aku meraa tertipu. Aku dirugikan, karena semua pembayaran telah aku lunasi di depan tanpa sedikitpun aku menawar. Dia temanku, seorang yang ku percaya penuh sebagai teman yang aku nilai baik. Akan tetapi sebaliknya justru aku sendiri yang menjadi korban kebusukkannya. Janji janji sampai kapan janji itu. Memang aku yang lemah, hingga detik inipun aku tetap tertahan untuk tidak memarahinya karena disatu sisi aku berusaha untuk mengerti bagaimana kondisi dia... Justru karena hal itulah, pernah seorang sahabat dekat memarahiku karena kelemahan ini. "Novan novan, kog mau maunya kamu selalu mengalah sekalipun kamu dirugikan."

Aku pergi melenggang pergi dengan membawa butelan buntelan kekecewaan. speed kendaraan kutambah hingga laju kian cepat, pergi meninggalkan bengkel temanku. Berpacu diantara kendaraan yang padat dan jalanan yang sempit. Asap tebal mengepul dari truck dan bus. Bau solar dan hitamnya sisa pembakaran menempel pada wajahku yang terbuka tertepa angin. Aku tak terlalu menghiraukan. Sekalipun aku sadar bahwa kondisi ini sangatlah tidak baik untuk kesehatanku, apalagi keadaan sinusitisku yang sedang parah. Buntelan kekecewaan itu tak membuatku sadar dengan kondisi kesehatanku yang sedang menjalani proses teraphy.
Aku masuk kota Muntilan, teringat kupat tahu yang tersohor disitu. Kupat tahu blabak. Konon katanya bahwa tempat yang dipakai untuk berjualan kupat tahu tersebut adlah kandang kuda.Mungkin itu pula yang membuat kupat tahu ini mempunyai rasa lebih dari pada kupat tahu yang lainnya. Namanya juga novan, kalo ga mampir untuk mencicipi kuliner andalan di suatu tempat dalam perjalanannya maka ga lengkap rasanya.Dikota Blabak orang mengenalnya. sepiring kupat dan tahu panas mengepul dalam sajiannya. Rasa manis dan bumbu kacang yang khas menambah nafsuku untuk segera melahapnya. Sebatang rokok menjadi penutup makan siangku di Muntilan. Harga yang cukup murah karena dengan enam ribu perak saja satu porsi kupat tahu dan segelas es jeruk bisa disantap ataupun di bawa pulang.
Lalu kuteruskan perjalananku terus ke utara menyusuri jalan Magelang, setiba di kota Gumilang ini butiran air hujan mulai turun sebesar biji jagung. Tak kalah cepatnya motorku melaju keluar kota yang dikenal akademi militernya dibawah kaki bukit Tidar, yang dipercaya orang dulu sebagai paku pulau Jawa.
Secang kota berikutnya. Disini aku teringat dengan direktur dan sekaligus teman yang kebetulan bertempat tinggal di kota yang terkenal denga wedang secangnya. Hp ku buka dan langsung menghubunginya.Akan tetapi aku menghubungi ibu alias ibu direktur PKBI.
Sayang ternyata temanku sedang ke JOgja untuk sebuah acara. Tetap saja aku sempatkan untuk mampir ke rumah beliau. Akan tetapi rumah yang kumaksud kosong,walaupun berulang salam aku layangkan dengan ketokkan pintu sebagaimana tamu selayaknya.
Mungkin lain kali. Sebenarnya memang salah satu tujuan aku bertandang ,maksud hati numpang mandi.Karena badan ini terasa lengket akibat sudah seharian belumlah mabdi. Dari rumah sakit aku nekat berangkat sendiri menuju kota tujuanku. Sukorejo.

Temanggung kota berikutnya. Dimana aku tadi di guyur hujan lebat segede biji biji jagung. Pletak pletok tetesan air itu menghujaniku. aku basah dalam kesendirian itu.
Sesampai di daerah Bulu ( daerah yang menghubungkan Temanggung dan Parakan). Hujan mulai mereda, hanya rintik kecil saja. Akan tetapi tepat di Jembatan di depan Gudang tembakau Gudang garam, ban motorku "njeblug". Untunglah tidak jauh dari tempat itu ada bengkel tambal Ban. seorang laki laki muda menyapku dengan ramah. dan dengan sigap pula motorku selesai diganti bannya.
sampailah aku di Parakan.Kota yang berada dibawah kaki gunung Sumbing dan Sindoro. Pemandangannya cukup indah. Banyak gedung tua yang masih berdiri tepelihara. aku tetap melaju. Kembali hujan lebat menerpaku. Sebisa mungkin aku menyelamatkan laptop dalam tas ranselku yang mulai basah, sekalipun aku sudah menggunakan matel hujan.
Berkelak kelok dengan jalanan yang tak rata. Bergelombang, sempit denga travel dan Bus sebagai saingan. Ngadirejo terlewati, Muntung hingga Candiroto aku lewati tanpa peduli dengan hujan yang terus mengguyur.

Hinga akhirnya aku tiba di tempat kakaku " SUKOREJO". Kota kecil dimana di tengan bunderan ada patung ayam dengan telor dibawahnya. Lega...
Disini tidak banyak tempat hiburannya. Apalagi kalo malam, sepi tak bertuan. Hanya warung warung tenda yang bergelut dengan dingin sekedar untuk mengais rejeki.
Hingga akhirnya malam ini aku menuliskannya didalam Blog ini.
Selama tiga hari kedepan aku libur. Kunikmati masa ini untuk bersadar sejenak dari semua kelelahanku. Aku tinggalkan ritme kesibukan itu dengan sendiri dan nyepi diatas Gunung. Bersama dingin dan indahnya Curug sewu diantara jalan Weleri Kendal, Kabupaten Kendal , Jawa tengah....

2 komentar:

Anonim mengatakan...

perjalanan yang panjang yah... bikin aku jadi sadar juga, bahwa hidup ini terlalu panjang untuk dianggap singkat....

tapi ya inilah hidup, semua datang dan pergi, kita harus selalu siap menghadapi hal-hal yang baru.

seperti perjalanan dari jogja ke sukorejo.

Novan mengatakan...

sepanjang apapun itu, selama apapun hidup, kita sadar bahwa apa yg tertulis dibatu nisan nantinya hanya satu strip saja, jadi jangan sia siakan hidup, karena setiap detik bisa berarti buat orang lain.....