Subscribe

Sabtu, Januari 24, 2009

Membalut luka menghibur diri


Seiring dengan waktu, disepanjang perjalanan mengiringi langkahku bergelut dengan problem hiv/aids. Problem yang seakan tiada pernah ada akhir. Syarat dengan issue HAM dan gender.Yang tak pernah akan habis untuk dinikmati dalam ukuran usia. Dinamikanya membuat degup jantung selalu terpacu tanpa pernah sekalipun berhenti.
Ada saat suka dimana kelegaan sesaat hadir menyiram. Melihat geliatan jiwa baru yang mewarnai dinamika penanggulangan epidemi ini. Setelah sekian lama bersama bertahan dalam pergulatan, cemoohan, makian bahkan tuduhan. Ada juga tangisan, kesedihan dan juga ratapan yang sebagian menjadi kidung keseharian. Pujian adalah angin lalu, sesaat datang kemudian pergi meninggalkan pemandangan muramnya. Begitulah keadaan yang menggambarkan semua lekak lekuk pergumalannku.
Mungkin sebagian orang akan berkata, yah begitulah hidup. Ada suka adapula saat yang tidak menyenangkan. Hanya bagaimana kita arif untuk menjalaninya.
Beberapa hari ini, jiwaku lemah. Aku lunglai kehilangan semangat. Kekecewaan melingkupiku. Selimut ketidak berdayaan membuat aku muram.Begitu melownya dalam waktu ini, hingga lagu bunga citra lestari terdengar begitu memihakku,

" ku ingin marah, lampiaskan tapi aku hanyalah sendiri disini, ingin ku tunjukan pada siapa saja yang ada, bahwa hatiku kecewa................"

ini hanyalah masalah rasa. Rasa ketika aku lelah, aku kecewa, dan bahkan aku tak berdaya. Saat rasa, bahwa aku diperlakukan tidak adil, tidak dihargai dan kemudian dibuang. Mengenang semua dedikasi yang dicurahkan, mengingat perhatian yang telah digelontorkan hingga waktu yang sebagian besar telah diberikan. Belum lagi perasaan akan tekanan yang selama ini ku coba untuk ditepiskan, " Ngapain sich kamu , capek capek ngurusin orang terus, sedang dirimu sendiri tidak pernah ko urus.Dapatnya apa, kaya juga enggak?!!"
Sementara ini aku merasa sendiri.Rasa mengatakan dimana orang orang itu? tidak ada satupun yang mendekat dan mengerti. Rasa menterjemahkan bahwa beginilah hidup, seakan aku hanya diciptakan untuk berbuat, perhatian dan memberi untuk orang lain, akan tetapi bukan untuk diriku pribadi. Rasa juga membubuhkan bahwa aku tidak punya hak untuk meminta, sehingga gelapnya kesendirianku hanya akan kunikmati sendiri sambil menunggu waktu tiba.

Apa yang kutuliskan diatas adalah rasa. Gambaran perasaan yang sedang kutuangkan dalam blogku. Mungkin tulisan ini sulit untuk diterjemahkan.Karena memang perasaan bukan untuk diartikan akan tetapi untuk dirasakan. empati mungkin saja terjadi tetapi itu bukan tujuan. Yah....begitulah rasa.
Hal ini kulakukan setelah kemarin sore, temanku mengatakan, Bagaimana mencurahkan segala emosi kedalam bentuk tulisan. Hal tersebut akan melatih kita untuk berpikir secara terstruktur dengan menggunakan rasio dan logika kita. Sehingga kita kelak tidak dikuasai oleh perasaan yang lambat laun justru membuat kita menjadi tidak produktif oleh karena dikuasai perasaan itu sendiri. Sebuah pembelajaran baru..
Yang jelas, aku bukanlah sedang mempersalahkan siapapun. aku hanya ingin bersandar sejenak dalam keletihannku. Serta belajar mempraktekkan teori yang menurutku baru. supaya aku bisa "fresh" kembali, untuk siap menghadapi tekanan yang akan terus datang dalam langkah karyaku.

Tidak ada komentar: