Subscribe

Powered By

Free XML Skins for Blogger

Powered by Blogger

Selasa, Desember 30, 2008

Nyanyian Natal dalam peluh dan air mata

Berbulan bulan aku absen dari menulis blog. Banyak sekali moment yang hilang. Mulai dari hiruk pikuk surveilans pekerja seks, aids day, jogjakarta principle, SAN ( Stop Aids Now ) di Jakarta hingga hari hari yang timbul tenggelam.
Ya ..sudahlah yang penting pagi ne, aku harus mulai menulis lagi. mungkin karena dipicu hari ne ngerasa sepi tidak ada aktivitas seperti biasa dilakukan. Natal kali ne, memberikan nuansa yang berbeda. Setelah sekian lama bergelut dengan dunia hiv/aids ada beberapa titik terang serta keberhasilan yang menambah semangat dalam gerakan. Ada yang menggelitik perasaanku, lama sekali aku tidak turun ke lapangan, khususnya tempat teman temanku mangkal dan bekerja sebagai pekerja seks. Kegiatan surveilans itulah yang menjadi media aku kembali dekat dengan mereka. dari beberapa lokasi yang menjadi sasaran surveilan pekerja seks di Yogyakarta salah satunya adalah " Ngebong " sebutan lokalisasi ilegal di sepanjang rel kereta api.



malam itu hampir jam 24.00 wib, masih banyak para pekerja seks yang mau memeriksakan darahnya untuk di test HIV. Karena itu adalah permintaan teman teman pekerja seks sendiri maka akupun tetap terjaga dalam semangat yang mengharu biru. Bagaimana tidak, seluruh program hiv/aids yang menggelontor danannya di Jogja tidaklah lepas dari sumbangan dan kerelaaan teman teman saya yang memberikan sample darahnya untuk diperiksa. Keadaan mereka yang rapuh dan rentan tidaklah seimbang dengan reward yang diberikan. Seringkali mereka menvonis dirinya sendiri padahal teman temanku ini adalah korban.
Korban ketidak adilan, korban ketimpangan gender, korban kekerasan, korban ekonomi dan korban sistem negara. Jika kita melihat langsung beberpa diantara teman kita ini sangatlah memilukan, beberapa diantara mereka adalah perempuan dengan keterbatasan dan kemampuan yang berbeda ( defable ). Bagaimana seorang perempuan yang bisu menjadi pekerja seks. Untuk bernegosisasi dengan para pelanggan saja banyak keterbatasan. hal ini menambah resiko akan kekerasan yang dilakukan oleh para pelanggan. Tanpa perlindungan, sebagian masyarakat hanya bisa menyalahkan dan menghakimi mereka tanpa bisa merasakan apa yang dialaminya. Ironis memang. Berapa orang tua yang pernah menjadi pekerja seks masih mengais rejeki ditempat itu denga berjualan ataupun menjadi tukang pijit keliling. dari mereka ada yang buta. Bekerja penuh dengan resiko karena tempat yang tidak bersahabat, penuh bahaya dan gelap. Hanya lampu lampu kecil yang tidaklah terlalu terang. Kadang kereta lewat dengan jam yang sangat padat.
Beberapa catatanku menunjukan hal yang memiris hati. dari pendapatan mereka yang kecil, hanya beberapa lembaran ribuan perak untuk bertahan hidup harus memberikan dan mempertaruhkan organ reproduksinya yang nilainya tak ternominalkan itu.
bagaimana tidak, sebagian besar tamu tidak mau menggunakan kondom. Dengan angka prevalensi yang tinggi di JOgja tentunya semakin menambah situasinya semakin beresiko bagi mereka. Informasi adalah dengungan yang digemborkan di banyak program penanggulangan adis ini. Akan tetapi tidakkah para penggiat paham kondisi mereka. Pengetahuan adalah hal minim yang mampu mereka pahami. Jangan hanya berkata " telah diberikan" seperti biasa orang program mengatakan, karena pemahaman selama ini merekan adalah sasaran program yang berarti " object", entah diakui atau tidak.
Lihatlah sebagian mereka adalah defable dengan keterbelakangan mental, yang mengharuskan metode yang berbeda dalam penyampaian informasi, sehinggga bisa dipahami. Belum lagi sebagian besar adalah buta huruf akankan teman temanku ini aman dari tindak kejahatan dan ketidak adilan.

Ingin rasanya Natal yang damai dan menyejukkan, dialami juga oleh teman temanku ini. sejenak termenung membayangkan wajah mereka kembali. Jika saja lebih banyak lagi orang yang akan peduli tentunya akan mengguratkan senyuman mereka kembali

Tidak ada komentar: