
Siang tadi kira kira pukul 14.00 wib, sesuai janjian by phone yang dilakukan semalam. Salah satu pekerja seks datang ke kantorku. Dilantai II PKBI DIY itu kami bertemu bertatap muka. Sembab wajah perempuan itu, setelah semalaman menangis. Dia mengaku tidak bisa tidur. bayangan kematian membuatnya gelisah. Hal itulah yang dituturkannya padaku.
" apakah saya bisa sembuh?" pertanyaan permpuan ini. Perempuan ini terdiagnosa HIV positif. Selama satu jam lebih aku memberikan layanan konseling baginya. Sesekali tissue diusapkan diwajahnya, mengahapus air mata yang deras mengalir. Kuberikan waktu baginya untuk menangis, dia lega.

Selang beberapa waktu kemudian perempuan ini pindah keklinik bawah untuk memeriksakan keluhan keputihan yang dialaminya sekarang. Klinik adhiwarwarga PKBI kemudian melayaninya. Gratis, karena ini adalah warga dampingan lembaga.
Setelah semua dirasa usai, aku kemudian meluncur ke rumah sakit temapat kerjaku. Tinggal janji ketemu kembali untuk rencana tindakan selanjutnya buat perempuan temanku ini.
Sejenak aku merenungkan kejadian tadi. Hal yang sama sering kali terjadi pada siapapun yang mendapatkan diagnosa positif HIV. Virus ini masih dipandang sebagai monster mematikan yang tidak ada obatnya. Belum lagi vonis moral yang selalu dilekatkan pada cara pandang yang sebenarnya kurang tepat.
Lalu bagaimana dengan malam yang membahagiakan ini?
Akankah malam pergantian tahun ini mempunyai makna yang sama bagi teman perempuanku ini? Aku sendiri yakin , bahwa tentulah malm ini adlah malam yang berat. Berat untuk beradaptasi dengan status B20 yang disandangnya. Berat untuk melunturkan kekawatiran masa depan. Gelisah dengan bayang bayang kematian yang belum tertemukan jawabannya. Sejuta senyuman yang dialami banyak orang tidaklah berarti dengan perasaan temanku, terbungkam adalah perasaan.

" Jangan biarkan aku sendiri "

Tidak ada komentar:
Posting Komentar