Subscribe

Powered By

Free XML Skins for Blogger

Powered by Blogger

Selasa, Juli 29, 2008

Sabtu di Nusantara

Sabtu, yang dingin. ..
Ditengah ramainya orang duduk didalm kafe, dengan bermacam tingkah dan laku. Ada yang bermain kartu sambil bercanda, ada yang bermain dengan rokok ditangan, asap mengepul. Teknologi kadang menjadi teman akrab buat beberapa orang yang yang menenteng notebooknya, tanpa mau peduli dengan hingar bingar orang disekitarnya.
Sejumlah waitress lalu lalang menawarkan menu saji dan layanan pada konsumennya.

Nusantara, kafe itu.
Kafe unik, dengan bangunan dari tenda dan bambu. Letaknya yang ditengah kota akan tetapi tegak berdiri diarena persawahan yang segar. Susanana nyaman dikonstruksikan sebagai nilai jual yang mengundang banyak konsumen. Sebagian besar dari konsumen kafe ini adalah kelompok muda. Gaya hidup menjadi kata kunci untuk mengundang kelompok ini menjadi penikmat layanan kafe Nusantara. Dari menu tidaklah spesial dan malah terkesan biasa. Dibandingkan dengan kafe lain disekitarnya , memang tidaklah jauh berbeda. Lalu apa yang menarik?....

Suasana yang friendly buat kawula muda, tempat yang bisa memberiakan prestige buat konsumennya, ditunjang dengan ramah tehnologi yang berkembang disana memberikan aura kemapanan dan dorongan menjadi penikmat gaya hidup yang “ ngenomi “. Tampak recehan uang tidaklah mempunyai peranan berarti. Semua mengalir dalam hitungan suka,senang, nikmat ataupun sebalikknya. Tetapi bukan rupiah.

Dalam proses berjalannya waktu, seorang pelanggan mau menghabiskan weaktu berjam jam dalam beberapa hari yang dimilikinya untuk menjadi penikmat gaya hidup berkafe ini. Termasuk aku. Akhirnya sederet teman menjadi penikmat baru yang terseret oleh bualan yang bias dengan titik nyaman pelanggan kafe ini sebelumnya. Tidak heran jika hal ini mampu memutar roda kehidupan sosial, ekonomi dan budaya. Apakah ada yang salah?

Tata nilai yang berkembang dalam tatanan sosial masyarakat diakui merupakan bagian tradisi, budaya, sehingga berkembang menjadi fondasi yang kokoh dengan pembakuan yang dilanggengkan oleh sistem masyarakat itu sendiri. Munculnya kata “ baik dan tidak baik “ mulai lazim didengungkan oleh dasar dominasi asumsi yang terbentuk dari tata nilai yang dianutnya. Kemudian muncul kegelisahan yang tercetus dalam ungkapan “ memangnya salah, jika aturan yang dipandang membatasi itu justru akan menyelamatkan kawula muda dari pergaulan yang tidak benar? “

Penikmat kafe beranggapan berbeda.. tapi hampir senada, “ yo luweh, , lha sing ngomong ki sopo, opo yo tak pikir, “
Karena memang aku tidak menggangu orang lain, hidup menjadi bervariatif, penuh dengan dinamika modern yang jika dimanfaatkan akan memberikan dampak positif untuk membangun inovasi dalam kehidupan dan bermasyarakat.

Bijak sekali rasanya jika dua kubu pendapat ini, mampu memberikan jawaban yang mencerminkan keberagaman kehidupan sosial, dalam tatanan yang dibangun atas kesepakatan bersama dengan dasar toleransi untuk pandangan positif yang akan membawa pada perubahan kultur masyarakatnya. Saling menghormati pilihan dan membuka toleransi untuk menjunjung tinggi hak asasi manusia menciptakan atmosfir yang damai, sebagai cita cita bersama.

Tidak ada komentar: